View
5
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
78 Bones with Bioceramics oleh Wijianto
BONES WITH BIOCERAMICS
WijiantoMechanical Engineering Dept.
Muhammadiyah University of SurakartaJl. A. Yani Tromol Pos I Pabelan Kartasura Sukoharjo
E-mail : wijianto@ums.ac.id
ABSTRACT
This paper discuss about ceramics in application as bone implant. Bioceramicsfor instance Hydroxyapatite, usually is abbreviated with HA or HAp, is a mineralthat is very good physical properties as bone replacement in human body. To produceHydroxyapatite, coating process is used which have good potential as they can exploitthe biocompatible and bone bonding properties of the ceramic. There are manyadvantages and disadvantages of bioceramics as bone implant. Advantages ofhydroxyapatite as bone implant are rapidly integrated into the human body, and ismost interesting property that will bond to bone forming indistinguishable unions.On contrary, disadvantages of hydroxyapatite as bone implant are poor mechanicalproperties (in particular fatigue properties) mean that hydroxyapatite cannot beused in bulk form for load bearing applications such as orthopaedics and pooradhesion between the calcium phosphate coating and the material implant will occur.
Key words: Bioceramics, Hidoxyapatite (HA), Bone Implant
INTRODUCTIONCeramics are one of the most important
materials in human activity in everyday. Ceramicsis often broadly defined as any inorganicnonmetallic material. The most common ofterrestrial materials, ceramics in the form of sandand clay have been used for many thousands ofyears to make brick, pottery, and art ware.Modern structural ceramics bear little resem-blance to these “traditional” materials; they aremade from extremely pure, microscopic powderswhich are consolidated at high temperatures toyield a dense, durable structure.
In the sciences and technologies area,ceramics often very important for example, theincredible growth in wireless communicationswould not have been possible without theminiaturization permitted by oxide ceramic
microwave filters and resonators. Scanning-tunneling and atomic-force microscopy, medicalultrasound technology, auto focus cameras, andthe vision-correction system of the HubbleTelescope all rely on piezoelectric ceramics.(Chiang and Jacus, 1999)
In the medical sector, repair, reconstruc-tion, and replacement of the hard tissues of thebody, bone and teeth, are largely possible todaydue to the development of bioceramics.
As can be seen in the figure 1 above, thatthe global market of bioceramics, specially forbone substitute always increase in every year,which this is given information that requirementof bioceramics is very high.
As can be seen in the figure 2, that ceramic-implant sees so much like the real thing, whichthey could actually melt with living bone.
73MEDIA MESIN, Vol. 8, No. 2, Juli 2007, 73 - 77ISSN 1411-4348
PROSES NORMALIZING DAN TEMPERING PADA SCMnCr2UNTUK MEMENUHI STANDAR JIS G 5111
Agung Setyo Darmawan, Masyrukan, Riski AriyandiTeknik Mesin Universitas Muhammadiyah Surakarta
Jl. A. Yani Tromol Pos I Pabelan KartasuraE-mail: agungsetyod@yahoo.com
ABSTRAK
Baja SCMnCr merupakan baja produk pengecoran produksi PT. Baja KurniaKlaten. Untuk mengetahui apakah baja ini sudah memenuhi standar kekuatan JISG 5111 dengan kekuatan tarik minimum 590 N/mm2 , maka dilakukan pengujianstruktur mikro dan kekuatan pada raw material. Pengujian kekuatan pada rawmaterial baja ini memperlihatkan hasil dibawah standar yaitu kekuatan tariknya539.21 N/mm2 . Oleh karena itu dilakukan proses normalizing dan tempering padabaja SCMnCr2 untuk memenuhi standar tersebut. Sesudah dilakukan proses heattreatment Baja SCMnCr2 diuji strukturmikro dan kekuatan tariknya. Foto strukturmikro baja SCMnCr2 setelah dinormalizing dan kemudian ditemperingmemperlihatkan butir yang lebih kecil dibanding raw materialnya.. Setelah dilakukannormalizing dan tempering harga kekuatan naik menjadi 685.51 N/mm2 dan akanmenurun menjadi 664.21N/mm2 ketika waktu penahanan tempering diperlamamenjadi 45 menit. Hal ini disebabkan karena meningkatnya ukuran butir ferit danperlit.
Kata kunci: SCMnCr2, Normalizing, Tempering, JIS G 5111
PENDAHULUANPemakaian baja dalam kehidupan masya-
rakat dan dunia industri mensyaratkan faktor sifatmekanik tertentu yang sesuai dengan standar. JIS(Japanese Industrial Standard) adalah salahsatu dari beberapa macam standarisasi di dunia.JIS sendiri dikeluarkan oleh negara Jepang seba-gai salah satu acuan dalam dunia teknik. Standari-sasi ini digunakan agar produk baja dapat diguna-kan secara aman.
Sifat mekanik, sebagai contoh, kekuatantarik dipengaruhi oleh ukuran butir. PerlakuanPanas (Heat treatment) dapat digunakan untukmengatur ukuran butir dan meningkatkan sifatmekanik material [Anderson, 2003]. ). Definisiperlakuan panas adalah pengubahan struktur-
mikro, dengan memberikan pemanasan danmengatur laju pendinginan sehingga diperolehstrukturmikro yang diinginkan. Yang tidak berubahpada proses perlakuan panas ini adalah komposisibahan. Sedang definisi strukturmikro sendiriadalah konfigurasi distribusi fasa untuk suatukomposisi tertentu.
Contoh proses perlakuan panas adalah fullanealling, normalizing, dan tempering. Padafull anealling dan normalizing baja karbon,semakin cepat laju pendinginan, semakin kecilbutir yang terjadi [Callister Jr., 2007].
Full anneal adalah pemanasan baja ketemperatur 30oC diatas garis A3 atau A1 (ter-gantung pada kandungan karbon), ditahan padatemperatur tersebut untuk mendapatkan fasa
74 Proses Normalizing dan Tempering pada SCMnCr2 untuk Memenuhi Standar JIS G 5111oleh Agung Setyo Darmawan, Masyrukan, Riski Ariyandi
austenit yang homogen, kemudian didinginkansecara lambat pada tungku. Hasil unluk bajahypoeutectoid adalah perubahan fasa dariaustenit ke perlit lamellar kasar (butir besar) vanglunak, bebas tegangan, dan ferit yang halus. Katapelunakan (annealing) saja jika digunakan padapaduan besi (Fe) menunjukkan proses fullanneal. Jika digunakan pada paduan non besikata pelunakan (annealing) menyatakan perla-kuan panas yang dirancang untuk melunakkanstruktur hasil pengerjaan dingin dengan rekris-talisasi dan atau kemudian pertumbuhan butir.
Karena memerlukan waktu yang lama danmahal, dalam beberapa kasus full anneal digantidengan normalizing. Pada normalizing, pendi-nginan dilakukan di udara (laju pendinginan lebibcepat dibandingkan ditungku) dan menghasilkanstruktur perlit yang halus. Baja di normalizing un-tuk mendapatkan kekerasan dan kekuatan yanglebih besar dibanding jika dengan full anneal.
Tempering pada baja dilakukan denganmemanaskannya pada temperatur sedikit 723oC.Perlakuan panas ini umumnya dilakukan setelahproses celup cepat (quenching). Tujuan daritempering adalah untuk mendapatkan baja yanglebih tangguh (tough) dan juga liat (ductile)tanpa banyak mengurangi kekuatan (strength).
TINJAUAN PUSTAKAMenurut Widyatmadji (2001), perlakuan
panas normalizing memberikan perubahanterhadap struktur mikro dan kekuatan baja.Makin tinggi temperatur austenisasi dan makinlama waktu tahan, kekuatan baja makin menu-run, namun ketangguhannya akan meningkat.
Mulyanti (1996) meneliti pengaruhperlakuan panas pada paduan baja manganaustenit dimana kekerasan akan turun dan hargaimpak akan naik jika dilakukan proses temper,disebutkan juga bahwa dengan naiknyatemperatur austenitisasi, maka kekerasan akanturun dan harga impak akan naik.
METODOLOGI PENELITIANDiagram Alir Penelitian
Penelitian dilakukan sesuai diagram alirpenelitian seperti terlihat pada gambar 1.
Material yang akan diuji adalah Low Alloy SteelCasting, SCMnCr2 produksi PT. BAJAKURNIA Ceper Klaten. Pembuatan specimenuji tarik mengikuti standar JIS Z 2201.
Gambar 1. Diagram Alir Penelitian
Pelaksanaan Heat TreatmentHeat Treatment yang terdiri dari dua pro-
ses yaitu normalizing dan tempering dilaksa-nakan sesuai gambar 2, dengan temperatur pe-manasan 850oC untuk temperatur Austenitisasidan 600oC untuk temperatur tempering. Adapunproses heat treatment yang dilakukan pada
Penyiapan Material
Proses Heat Treatment
Normalizing dan Tempering
Pengujian Struktur mikro Pengujian Tarik
Data dan Pengolahan
Analisa
Kesimpulan
Pengujian Struktur mikro dan Pengujian Tarik untuk
Raw Material
75MEDIA MESIN, Vol. 8, No. 2, Juli 2007, 73 - 77ISSN 1411-4348
potongan material sebelum dibentuk benda uji(specimen) adalah sebagai berikut :1. Spesimen dimasukkan ke dalam tungku
pemanas (furnace), kemudian tungkupemanas di set pada temperatur 850oC,setelah temperatur tungku pemanas men-capai 850oC, spesimen ditahan selama 40menit dalam suhu tersebut.
2. Setelah tertahan selama 40 menit dalamtemperatur 850oC, specimen dikeluarkandari tungku pemanas dan didinginkan diudaraluar hingga mencapai suhu kamar (prosesnormalizing).
3. Kemudian dilanjutkan dengan prosestempering yakni dengan langkah awalmengeset tungku pemanas pada temperatur600Ú C lalu ditahan dengan variasi waktu20 menit (specimen A), 30 menit (specimenB), dan 45 menit (specimen C).
Gambar 2. Diagram Proses Normalizingdiikuti Tempering
Keterangan gambar 2 adalah sebagai berikut:Garis AB = Proses pemanasan hingga menca-
pai temperatur 850oC.Garis BC = Proses penahanan pada tempe-
ratur 850oC selama 40 menit.Garis CD = Proses normalizing (pendinginan
dengan udara sampai temperaturkamar, 26oC).
Garis DE = Proses pemanasan hingga tem-peratur 600oC.
Garis EF = Proses penahanan pada tem-peratur (a) selama 20 menit untukspecimen A (b) selama 30 menituntuk specimen B (c) selama 45menit untuk specimen C.
Garis FG = Proses pendinginan dengan udarasampai temperatur kamar di udaraterbuka.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil dan Analisa Data Hasil PengujianStruktur Mikro.
Struktur mikro ini dilihat dengan OlympusMetallurgical Microscopes dengan pembesaran200 kali, dari pemotretan dengan kameradidapatkan gambar 3, 4 ,5 dan 6.
Gambar 3. Struktur Mikro dariRaw Material
Gambar 4. Struktur Mikro dari Specimen A
A
B C
D
E F
G
40 menit Waktu
Temperatur
76 Proses Normalizing dan Tempering pada SCMnCr2 untuk Memenuhi Standar JIS G 5111oleh Agung Setyo Darmawan, Masyrukan, Riski Ariyandi
Gambar 5. Struktur Mikro dariSpecimen B
Gambar 6. Struktur Mikro dariSpecimen C
Dari gambar 3, 4, 5, dan 6 dapat diketahuibahwa fasa yang terjadi pada material ini adalahfasa ferit (bagian yang terang) dan pearlit(bagian yang gelap) dan setelah diproses heattreatment (tempering after normalizing)ukuran butir berubah lebih kecil. Hal inidisebabkan karena laju pendinginan prosesnormalizing lebih cepat dari pada lajupendinginan pada proses pengecoran rawmaterial.
Hasil dan Analisa Data Hasil PengujianKekuatan Tarik
Kekuatan tarik untuk baja SCMnCr2berdasarkan standar JIS G 5111 adalah minimum590 kgf/mm2. Data hasil pengujian tarik dapatdilihat pada tabel 1. Diagram alir tegangan-
regangan teknik hasil pengujian tarik diperlihatkan pada gambar 7. Gambar 8memperlihatkan perbandingan kekuatan tarikmaksimum dari ScMnCr2 sebelum dan sesudahproses treatment.
Tabel 1. Data Hasil Uji Tarik BahanScMnCr2 Sebelum dan Sesudah Proses
Treatmen.
Keterangan:RM : Raw MaterialA : Spesimen Treatment Temperatur
Austenitisasi 850oC Normalizing +Temper 600oC 20 menit
B : Spesimen Treatment TemperaturAustenitisasi 850oC Normalizing +Temper 600oC 30 menit
C : Spesimen Treatment TemperaturAustenitisasi 850oC Normalizing +Temper 600oC 45 menit
Gambar 7. Diagram Alir Tegangan-Regangan Teknik Hasil Pengujian Tarik
Spesimen Kekuatan
Luluh (N/mm2)
Kekuatan Tarik
(N/mm2) RM 434.44 539.21 A 387.35 685.51 B 388.16 674.16 C 383.20 664.21
0100200300400500600700800
0 5 10 15 20 25 30
Regangan %
Keku
atan
Tar
ik (N
/mm
2)
Raw Material Specimen A Specimen B Specimen C
77MEDIA MESIN, Vol. 8, No. 2, Juli 2007, 73 - 77ISSN 1411-4348
Gambar 8. Perbandingan Kekuatan TarikSebelum dan Sesudah Proses Heat
Treatment
Dari data-data hasil pengujian kekuatantarik dapat diketahui bahwa harga kekuatan tarikspecimen ScMnCr2 produk PT. Baja Kurniasebelum di treatment belum memenuhi standarJIS G 5111 (590 N/mm2). Dan proses heat
539,21685,51 674,16 664,21
0
100
200
300
400
500
600
700
800
Raw Material Specimen A Specimen B Spesimen C
Keku
atan
Tar
ik (N
/mm
2) treatment (normalizing dilanjutkan proses
tempering dengan tiga variasi waktu) meng-akibatkan kenaikan kekuatan tarik specimensehingga standar JIS G 5111 terpenuhi. Ke-naikan kekuatan tarik ini disebabkan olehterbentuknya butir-butir yang lebih halus (gambar2, 3, dan 4). Semakin lama waktu temperingmaka kekuatan tarik specimen akan menurunkarena butir-butirnya membesar.
SIMPULANDari hasil pengujian kekuatan tarik dapat
diketahui bahwa harga kekuatan tarik specimenScMnCr2 produk PT. Baja Kurnia belummemenuhi standar JIS G 5111, yang mempunyaiharga kekuatan tarik minimum yakni 590 N/mm2.Dan proses heat treatment (tempering afternormalizing) mengakibatkan kekuatan tarikspecimen naik memenuhi standar JIS G 5111,akan tetapi lama waktu tempering juga ber-pengaruh menurunkan harga kekuatan tarik.
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, J.C., 2003, Material Science for Engineers, Nelson Thornes, CheltenhamWidyatmadji, 2001, Pengaruh Perlakuan Panas Normalisasi Terhadap Sifat Mekanik Dan
Struktur Mikro Baja 1K3816AT Untuk Aplikasi Casing & Tubing Spesifikasi API5CT K55, UI, Jakarta
Callister, Jr., William D., 2007, Materials Science and Enginering; An Introduction, John Wiley& Sons, New York
Mulyanti, 1996, Pengaruh Kadar Mangan (Mn) Dan Perlakuan Panas Terhadap Sifat MekanisDan Struktur Mikro Paduan Baja Mangan Austenit, UI Jakarta
65MEDIA MESIN, Vol. 8, No. 2, Juli 2007, 65 - 72ISSN 1411-4348
STUDY OF ALTERNATIVE FUELS AND EFFECTSOF COMPRESSION RATIO ON THERMAL EFFICIENCY
AND ENGINE POWER
SarjitoMechanical Engineering Department,
Muhammadiyah University of SurakartaJl. A.Yani Tromol Pos I Pabelan, Kartosura
E-mail: sarjito_ums@yahoo.com
ABSTRACT
This paper was a case study during the sabatical program at Kingston UniversityLondon in February 2007. It has been studied by team of motorsport automotivedepartment Kingston University London and it has been elaborated as a final projecton Master Program. This study takes into account some of the issues surroundingthe debate about alcohol fuels in Motorsport and the wider automotive sector andis primarily concerned to add data where there seems to be little existing researchsince Motorsport is a secretive business. Motorsport plays an important part in theautomotive industry and is a sport enjoyed worldwide. Racing practice is regardedas using the best available resources and technology as it requires optimalperformance. The racing arena gives engineers the opportunity to test valuabletechnological solutions to prove their merits. Therefore, racing is the natural startingpoint for introducing new technological solutions to the public and could lead to thewholesale conversion to renewable fuels to meet our automotive energy needs.Alcohol has unique properties that make superior in many ways to ordinary gasoline.The higher knock resistance allows for higher compression ratios to be utilizedresulting in higher power outputs and thermal efficiency.
The efficient use of energy is of growing concern in all spheres of life and theautomotive sector needs to be front runner in these efforts.
Key words: Alcohol renewable fuels, thermal efficiency, Engine compressionratio
INTRODUCTIONProblem with The most petrochemical oil:
The most recent and sustained high price of oil islargely due to the fact that emerging economiesare now starting to consume the oil in ever greaterquantities. This is a similar scenario to the priceof steel rising 60% in 9 months to furnish thebuilding boom in Chinese cities during 2004. Nowwith ever increasing numbers of cars on the roads
of the world, the supply of oil is not able to keepup with demand. Here in the UK, new carregistrations per annum have risen steadily from1.5 million in 1980 to 2.5 million in 2005(www.autoindustry.co.uk).
When compared to the emerging econo-mies of India, Brazil or China where for example,it is reported that 100,000 new registrations aremade per month. Worldwide production for new
66 Study of Alternative Fuels and Effects of Compression Ratioon Thermal Efficiency and Engine Power oleh Sarjito
cars totaled 44 millions for 2004, as comparedwith 39.7 million just 5 years before.
Primary production oil wells are moredifficult to find, have less oil and tend to be inremote areas without good infrastructure makingthe logistics of transporting oil to the market moredifficult. Existing wells are being phased intosecondary production. Primary production iscategorized by the oil coming up to the surfaceunder its own pressure, whereas secondaryproduction is made possible by injecting heavierwater into the well to raise the level of theproduct. This situation is unlikely to get easier.
In addition, levels of reserves reported bythe large multinational companies are to be judgedwith some skepticism in view of the detrimentaleffect that reports of rapidly diminishing reserveswould have on maintaining stock share value inan already volatile financial market. The bestmethod for finding oil is to physically drill in searchof it. This process is expensive and uncertain. Amost notable failure is the Muluk project in theAlaskan Beaufort Sea which cost USD$1.5billion of capital and found no oil reserves worthexploiting. This capital could have been spentdeveloping Bio Ethanol infrastructure without therisk.
Furthermore, the general public isbecoming increasingly aware and concernedabout climate change. The causes for this havebeen placed squarely on the plate of fossil fuelconsumption. Responsible governments have theobligation of reducing the effects of pollution and
some have been bringing ever more stringentemission legislation to make vehicles cleaner.However, fossil fuels in their present form havelimits on their thermal efficiency, especially sincelead was phased out as an additive that increasedresistance to knock allowing higher compressionratios to be run.
Advantages of AlcoholAlternative fuels such as Bio-Ethanol and
methanol are not new and apart from Brazil,South Africa and Sweden the rest of the worldhas not made much effort to use them until now.Bio ethanol is made from the fermentation ofsugars or maize principally using stock feeds ofsugar cane and corn. Being renewable it isconsidered to be carbon neutral since the carbondioxide consumed by the plant as it grows issubsequently released when burnt as a fuel.Depending on the type of method used to heatthe fermented liquid for final distillation, noadditional energy input is required contrary tothe propaganda put forward in some circles. Forinstance the husk of the crushed sugarcane,known as bagass, can used to fire the distillery.
Conventional engines can run on smallpercentages of alcohol blended with gasolinewithout problems but minor modification to thefuel system is needed if percentages over 20 areused.In this way alcohol is compatible with existingautomotive power plants and gives a real andviable alternative to ordinary gasoline.
Rationale and ObjectivesThe optimization of compression ratio was
considered as an aspect to gain high engineefficiency and engine performance; however,issues of climate change are influenced by fossilfuel through the emmisions. Furthermore,possibility of alternative fuel with no environmenteffect should be explorated. The critical factorin this literature study is to describe vary thecompression ratio while testing the ordinary andalternative fuels. Through computer simulationthe resultant data should give a better overallpicture of each fuels capability.
Figure 1: Historic & Projected World FuelConsumption Source EEMS website
67MEDIA MESIN, Vol. 8, No. 2, Juli 2007, 65 - 72ISSN 1411-4348
Topics to be covered are discribing of Analyzedata on power, torque, specific energy con-sumption, specific fuel consumption and thermalefficiency from the simulation software, in varyingcompression ratio using the three test fuels.
Review of other similar workShawn Langevin in De Freitas and D.
Marchant. R. [1] noted that methanol had a highlatent heat of vaporization, theoretical thermalefficiency significantly higher than petroleum andnatural cooling properties which caused lessNOx to be formed. However, NOx increasedwhen the compression ratio was increased andthe best ratio was identified as 6.4:1 air tomethanol to keep NOx emissions lower thengasoline.
Langevin also found that thermal efficiencyof ethanol was improved with a highercompression ratio due to it having a higher octanerating than petroleum. Like Matthew Brusstar,he confirmed that ethanol performed betterunder turbocharged conditions provided thatsufficient load was also added.
There has also been supported by J W GTurner, R J Pearson, and S A Kenchington paperis with a view to finding suitable engines to
reduce the CO2 emissions. Areas for improve-ment included reducing energy lost via heattransfer to cylinder walls, exhaust system andfriction in the form of pumping work.
Among the methods put forward are leanburn homogenous charge engines operatingwithout throttles. They concluded that his typeof setup using stratified charge combustionsystems reduced the pumping and increased thethermal dynamic efficient by increasing the rationof specific heats. This reduced the heattransferred to cylinder walls. However, regionswithin the combustion volume of a stratifiedcharge being undiluted high flamed temperaturesled to increased NOx emissions.
This set up was found to be superior tostratified wall air guided engines. However,emerging technology could reverse this situation.They also highly rated the benefits of variablecompression ratio engines and deduced that inthe range of 9.5:1 and 11.1 fuel economyimproves by 3% per half ratio at 2000RPM and2 bar BMEP. Low compression ratios lead tohigh exhaust gas temperature and enforcedinduction engines; this can only be cooled byusing extra fuel. The greatest benefit of varyingcompression ratio engines comes from those thathave forced induction. This allows for optimi-sation of fuelling maps for low speed low loadright through to high speed high load. Anothermethod of lowering CO pollution suggested isthe varying compression ratio and hence thethermal efficiency by employing a mechanism tovary the timing of IVC, On the other hand precisetiming of EVO can be used across the speed/load range to balance the expansion of gasesthat produce work and the release of gases undercombustion to reduce pumping losses (IMechEPaper, 2005 JER03504).
Hu et al [1] investigated CI engines runningon dimethyl ether using homogenous charge CIignition. The varying compression ration from 8:1,10.7:1 to 14:1 by enlarging the combustionchamber on the piston head. They found thatthe best thermal efficiencies were achieved at acompression ratio of 10.7:1. At this conditionalso the engine gave the widest stable working
Bio-Fuel
Emissions
Methanol
Blended with gasoline: • Less CO2 emissions • NOx variable on comp.
ratio • CO varies but no
significant change • HC lowered
Blended with Diesel: • Less particulates • Less NOx • Less HC • CO is variable no significant
change
Ethanol
Blended with Gasoline: • Less CO2 • Less HC • CO and NOx are
variable but no significant change
Blended with Diesel • Lower particulates • Low CO2 • CO, NOx and HC do not
change significantly
Bio-Diesel
Modified Bio-Diesel: • NOx increased • HC decreased • CO decreased
Unmodified Bio-Diesel: • HC increased • Particulates increase • CO have no significant change • NOx decreased
Tabel 1: Emission Improvements ofVarious Mixtures Compared to Gasoline
68 Study of Alternative Fuels and Effects of Compression Ratioon Thermal Efficiency and Engine Power oleh Sarjito
performance. It was also found that theincreasing the combustion ratio producedadvanced ignition and energy relates rates.
Figures 2: Brake Thermal Efficiency of theDME HCCI Engine under Different CR
They were able to control NOx emissionsdue to the low temperature combustion resultingfrom HCCI strategies with lean mixtures (SAEPaper 990619).
Michael D. Gerty of MIT had JohnHayward as project supervisor for this reasonthis author wants to have confidence in thefindings made in this paper concerning the pointat which maximum efficiency occurs. Gerty foundthat in four types of SI engines maximumefficiency occurs around the middle of the RPMrange. The conclusions of this paper also findthis to be the case. Reducing efficiencies at lowerspeeds than this range is attributed to theincreased time for heat transfer into the cylinderhead and walls. At speeds above this rangereduced efficiency can be attributed to the frictionBMEP rising experientially.
Figure 3: Change of Gross Efficiency withLambda, 4.0barNIMEP
Among the many graphs is this one thatwould be of some use should the further workrecommended in this paper be carried out. Thispaper also concluded that combustion ratios innaturally aspirated engines mostly benefits lowspeed torque. At higher speeds ignition retardnecessary to avoid knock prevent increasedgains in torque to be realised. A trade off istherefore necessary between low speed and highspeed performance (MIT B.A.Cc MechanicalEngineering Paper in De Freitas and Denis R.M.,2006).
IMechE Paper 2005 D09604 by Qi et al[1] based on their experiments around a sparkignition engine with a compression ratio of 7.4:1.Their experiments looked at blending alcoholswith fuel in order to access the critical phaseseparation temperature. They discovered atendency for high unburnt fractions of alcoholfuel at low loads. Taljaard et al concluded thatalcohol produced less HC, CO, NOx emissionsand gasoline at Stoichiometric air fuel ratios.Other research they looked at showed atendency for alcohol fuels to produce emissionshigh in formaldehyde, acetaldehyde and acetone.However, acetaldehyde is less of a problem forair quality when compared to polynuclear aro-matics that gasoline engines emit in abundance.They confirmed that HC emissions decrease asalcohol content in the blend increased, this wasalso the case for NOx. They also looked at theeffect of alcohols on rubber in the engine fuellingsystem and found that it would increase rubbercomponents mass thus constricting inner dia-meters eventually rendering it useless as a sealand leading to constriction of flow within fuelhoses. They found fluorocarbon carbon rubberto have good resistance to alcohols.
Matthew Brusstar et al [2-3] tested anengine similar in specification to the onepresented in this paper using a combustion ratioof 19.5:1, while using EGR to suppress knock,they burnt ethanol at Stoichiometric values toachieve good emissions. They demonstrate thatthis configuration can give brake thermalefficiency of over 40% over a wide operatingspeed range. Methanol is shown to be the most
69MEDIA MESIN, Vol. 8, No. 2, Juli 2007, 65 - 72ISSN 1411-4348
efficient with ethanol and the turbocharged dieselengine giving similar performance.
Figures 4: Break Mean EffectivePressure/RPM testing of Ethanol,
Methanol and Diesel with Brake thermalefficiency contours.
S. Scott Goldsborough and Peter VanBlarigan [4] Noted in Multi-dimensional, 0D and1D modeling, and single step parametric variations
have been used to analyze and optimize thescavenging system for a free piston engine-generator, in order to ensure high efficiencyoperation with low output emissions. KIVA-3Vwas employed, along with models for thecompressor and friction processes. A range ofdesign options was investigated including the useof loop, hybrid-loop and uniflow scavengingmethods, different charge delivery options, andvarious operating schemes. The postprocessingsoftware, Ensight, allowed the in-cylinder and portdynamics to be visualized and more thoroughlyunderstood. Using these tools, the overall arrayof design possibilities was significantly narrowed,while some interesting configurations wereexplored. The results of the analyses indicated thatthe loop and hybrid-loop methods as investigatedhere cannot achieve sufficient scavengingperformance, while the uniflow method, althoughit increases the mechanical complexity of theengine, yields the most desirable scavengingcharacteristics. As calculated, an optimal Theresults of the analyses indicated that the loop andhybrid-loop methods as investigated here, cannotachieve sufficient scavenging performance, whilethe uniflow method, although it increases themechanical complexity of the engine, yields themost desirable scavenging characteristics. Ascalculated, an optimal arrangement employs astratified scavenging scheme supplied by a steady,low temperature/pressure (~300K/1.2bar)charge. The highest possible thermal efficiencyshould result; however, control of fuel short-circuiting emissions, especially over smallvariations in the engine’s operating frequency, mayprove challenging. In addition, the means ofsupplying the fuel (carburetor or port injection)has not been addressed, and this will requireadditional study. On the other hand, this confi-guration seems to be capable of providing ade-quate mixing during scavenging and compressionto enable rapid, TDC HCCI combustion, whilemaintaining efficient performance as the operatingconditions vary slightly. It was seen that the in-cylinder flow characteristics, resulting from thescavenging process can significantly affect theoperating performance.
70 Study of Alternative Fuels and Effects of Compression Ratioon Thermal Efficiency and Engine Power oleh Sarjito
The KIVA-3V calculations suggested thatin the pre-mixed HCCI operating mode, with lowö and moderate çsc, the production of NOx ismore dependent on hot residual initiated pre-ignition and subsequent over-compression, thanon the combustion of fuel-rich regions within thecylinder. In addition, changes in the flow patternswith frequency variation can lead to large Increases in the short-circuiting emissions. Withoutadequate control, these losses may becomeunacceptable. One option to limit this may be toutilize low pressure, port injection, late in thescavenging cycle, in combination with a uniformintake manifold geometry. The injection timing andduration could be dynamically adjusted dependingon the operating conditions, and as a resultshortcircuiting emissions may be better managed.
METHODOLOGYThe methodology was starting from engine
selection to race fundamental, calculation offriction in engine and indicates of bore and strokerelationship, connecting road, combustion cham-ber, compression ratio and valve configurationas well as fueling system. Further work wasengine blueprinting and preparation. Principally,the author’s affiliation to General Motors (GM)narrowed down the choices to one manufacturer.Then a survey was conducted of all the enginesthey produced in the recent past. A fairly modernengine that could be sourced fairly cheaply,second hand, was decided appropriate for thebudget. The dynamometer to be used is onlyrated to 260 BHP so the engine size needed tobe kept on the smaller size.
After in depth discussions with cham-pionship winning engine tuner, Martin Bowyer,the X18XE1 Ecotec engine from GM wasselected. The XE1 was in production from 1999to 2003 and proved itself to be an engine withexcellent emissions characteristics, good lowspeed torque capability and good fuel efficiency.
RESULTS, DISCUSSION AND CON-CLUSION
There is little doubt that power increaseswith compression ratio but thermal efficiency
does not seem to. Power increase come intoeffect later in the rev band and would be a greatadditional boost any race team would be gladfor. Whether the mid range band (4000 to 5000RPM) of higher thermally efficiency can be tunedto come online later on, say between 6000 and7000 this would make a good case for raceengines nearly always operating at maximumefficiency. Since race engine spend most of theirworking cycle at the top of the rev range it wouldonly be necessary to have the best efficiencythere. Further simulations and a better dissectionof the mathematical formulas could produce thisresult.
Two other deficiencies of this version ofthe software exist.1. The inability to model and move the ignition
point to better tune the engine model2. There is no way of telling if indeed the engine
is experiencing knock. For instance,simulations were run with gasoline fuelrunning at compression ration of 14:1 but itis an established fact that gasoline cannot dothis without sever knock or massivelyadvanced ignition. Therefore there is no wayof ascertaining the optimal compression ratiowith this software. This is a shame andphysical testing is necessary. However, thesoftware can help with engine developmentin conjunction with physical testing. Itssuperb ability to workout air flow from thecareful modelling of the intake and exhaustsystems allows for optimal manifold lengthsto be worked out thus reducing the need tomake many manifolds. On this front thechange in position of the injector and theshape originally cast leaves little doubt thatthis camel’s hump half way between theposition of the racing injector and the valveneeds to be filled in. At least the drawingmade in Solid Works should be processedin a fluid dynamics package to verify the bestmodel to take forward to the flow bench.
These additional tweaks are what raceengine development is all about. Further workwith the heat transfer coefficients would yield
71MEDIA MESIN, Vol. 8, No. 2, Juli 2007, 65 - 72ISSN 1411-4348
more accurate results and maybe simplelaboratory experiments to find out how muchmethanol can cool the inlet tract and incomingair would be of some help. The change in densityof the air will significantly change both the powerand Thermal efficiency (TE) as a cooler chargecould lead to cooler combustion. Having saidthat, it is surprising that the ‘finger’ of TE in allthe simulated models is not higher up the revband. As an engine runs higher up toward itsmaximum power point the temperature of thecoolant increases and at some point there shouldbe saturation and a decreased amount of timethe heat can transfer into the cylinder walls andhead. With this in mind, pursuing the tuning ofthe TE band toward the full power range maybe possible but really depends on getting all thefuel to burn in that short space of time. Perhapsthis is why the TE decreases high up.
Most encouraging is the flow benchverification of the simulated power figures as wellas those using Heywood’s data. FlowCom beingan American company have experience withmethanol as a fuel. The results were almost exactlythe same as those given by the simulation.
With increased power potential alcoholfuels will naturally move into Motorsport. Anyfuel with enhance anti-knock capability would.But Bio ethanol and natural methanol have otherbenefits. Benefits that the distillers and distributorsof the ‘new fuel’ want to get into the publicdomain. Motor racing is a natural place to start.Many in the public enjoy racing and regard racingtechnology as being the ultimate in performance.
Both the alcohol fuels tested give betterenergy efficiency after the air fuel ratios possibleare factored in. The whole world needs to lookcarefully at their energy consumption and thatgoes hand in hand with energy efficiency.Refrigerators and light bulbs often come withstickers showing their energy efficiency and carand fuel should be the same.
Alcohol fuels need to be shown to be moreefficient with added environmental benefits and
the terms like miles per gallon, specific fuelconsumption need to be replaced with ‘Mj permile’ and ‘specific energy consumption’.
In this way the fuels can be compared ona truly level playing field.
However, currently car manufactures aremaking a compromise and are only making socalled Flex fuel cars. This is a compromise sothat they can still run on ordinary petrol. The realbenefit of alcohol is it ability to run at highercompression ratios and produce more powerwith the same amount of fuel. In Brazil, wherethey have been running ‘alcool’ since the 1960’sthere is still this compromise. Not until enginesare manufactured or in the case of racing allowedto run higher CR can the true benefits be realised.Once that step is made there will be no lookingback. With only 11 petrol stations presentlyunless the big oil companies go into a price warto suppress it there is little doubt that these fuelswill eventually take a good share of the market.
The public is conscious of environmentalissues and many would like to know that they areusing a fuel that is carbon neutral, coming fromtotally renewable sources. The economic benefitsfor rural and Third World economies to generateincome will help alleviate poverty and give a certaindegree of self sufficiency to individual countries.Why transport oil thousands of miles when youcan grow it in you back garden?
Hopefully racing will promote E-85 andshow it to be an excellent product. Hopefullythe oil companies will not smother it renewedresurgence. This fuel is not the cure all to theenergy woes we currently face but this authorfeels and good stepping stone to carry us untilthe real dream is realised.
ACKNOWLEDGEMENTSThis paper was supported by director of
post graduate program automotive engineering,faculty of engineering Kingston University.Supervision of the monitoring research wascarried out by Mr. Marchant.
72 Study of Alternative Fuels and Effects of Compression Ratioon Thermal Efficiency and Engine Power oleh Sarjito
REFERENCES
De Freitas, C.C. and Marchant, D., 2006, Effects of Compression Ratio on Thermal Efficiency andPower Using Alternative Fuels, M.Sc. Thesis, Automotive Engineering, Kingston University,London
Brusstar, M., et al, 2002, High Efficiency and Low Emissions from a Port-Injected Enginewith Neat Alcohol Fuels, sae-2002-01-2743-v2.pdf, U. S. Environmental ProtectionAgency
Brusstar, M. and Bakenhus, M., 2006, Economical, High-Efficiency Engine Technologies forAlcohol Fuels, National Vehicle and Fuel Emissions Laboratory, epa-fev-isaf-no55.pdf,U. S. Environmental Protection Agency
Goldsborough, S. S. and Blarigan, P. V., 2003, Optimizing the Scavenging System for a Two-Stroke Cycle, Free Piston Engine for High Efficiency and Low Emissions: AComputational Approach, International Multidimensional Engine Modeling User’s GroupMeeting at the SAE Congress, Sandia National Laboratories.
59MEDIA MESIN, Vol. 8, No. 2, Juli 2007, 59 - 64ISSN 1411-4348
VARIASI KOMPOSISI BAHAN GENTENG SOKA UNTUKMENDAPATKAN DAYA SERAP AIR YANG OPTIMAL
Musabbikhah 1); Sartono Putro2)
1) Jurusan Teknik Mesin AT.WargaEmail: mus_a2002@yahoo.com
Jl.Raya Solo Baki Km 2, Kwarasan, Solo Baru2) Jurusan Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Surakarta
Jl. A. Yani Kotak Pos 1 Pabelan SurakartaEmail: sartono_putro@ums.ac.id
ABSTRAK
Genteng merupakan salah satu komponen penting pembangunan perumahanyang memiliki fungsi untuk melindungi rumah dari suhu,hujan maupun fungsi lainnya.Agar kualitas genteng optimal, maka daya serap air harus seminimal munhkin,agar kebocoran dapat diminimalisir. Metode yang digunakan untuk mengoptimalkandaya serap air genteng adalah Taguchi.
Dalam penelitian ini terdiri 4 variabel bebas masing-masing 2 level faktor yaitutanahliat, (80% dan 85%), Pasir (14% dan 10%), semen merah (5%t dan 3.5%),Dolumite (1% dan 1.5%)). Sedangkan variabel responnya adalah daya serap air.Karakteristik kualitas yang digunakan adalah smaller the better. BerdasarkanAnalysis of Variansi menunjukkan bahwa untuk mengoptimalkan daya serap air,agra genteng tidak mudah bocor komposisi tanah liat, pasir, semen merah dandolumite memberikan persen kontribusi masing-masing 16.45%, 19.69%, 20.59%dan 5.27%. Kondisi optimal daya serap air dicapai pada variasi A1B1C1D2, artinyakomposisi tanah liat 80%, pasir 14%, semen merah 5% dan dolumite 1.5%.Perbandingan variasi kondisi sebelum dan sesudah dilakukan penelitianmenunjukkan bahwa terjadi peningkatan nilai S/N dari (-20.454 menjadi -18.712),penurunan stadart deviasi drai (1.553 menjadi 1.25). Nilai Cp dan CPk mengalamipeningkatan dari (0.999 menjadi 1.234), artinya bahwa proses pembuatan gentengSoka, capable karena nilai Cp>1 seiring dengan meningkatnya fungsi nilaikeuntungan sebesar 34.4 cents/$1loss.
Kata kunci: Kekuatan Tekan, Metode Taguchi, Genteng Soka
PENDAHULUANTingginya jumlah penduduk di Kabupaten
Sukoharjo mendorong pembangunan fisiksemakin meningkat, khususnya kebutuhan sektorperumahan. Untuk menjaga kelancaranpembangunan perumahan, maka bahan-bahanbangunan harus tersedia dalam kapasitas yang
memadai. Genteng merupakan salah satu bahandasar yang harus dipenuhi. Semakin tingginyapembangunan perumahan, maka kebutuhan akanbahan bangunan semakin meningkat. Peningkatanini mencapai puncaknya, setelah terjadinyamusibah gempa Jogyakarta dan sekitarnya padatahun 2005. Musibah selanjutnya yaitu banjir dan
60 Variasi Komposisi Bahan Genteng Soka untuk Mendapatkan Daya Serap Airyang Optimal oleh Musabbikhah dan Sartono Putro
tanah longsor pada tahun 2007 yang meng-akibatkan sebagian wilayah Sukoharjo meru-pakan salah satu daerah yang terkena bencanaalam tersebut.
Berdasarkan Survei Krenova tahun 2007,Kabupaten Sukoharjo yang terdiri dari 12Kecamatan yang terbagi menjadi 17 Kelurahan,150 Desa, 1.278 RW, dan 3.676 RT memilikibeberapa industri yang berpotensi dalam menun-jang pembangunan dan Pendapatan AnggaranDaerah (PAD). Salah satu industri tersebutadalah industri genteng. Sentra industri gentengdi Kabupaten Sukoharjo berada di KecamatanWeru dan Mojolaban sebanyak 839 unit peng-rajin dan menyerap 2.300 orang tenaga kerja.Jumlah produksinya mencapai 125.000.000buah per tahunnya.
Banyaknya sentra industri Genteng Sokadapat meningkatkan taraf hidup dan per-ekonomian masyarakat Kabupaten Sukoharjokarena dapat menyerap tenaga kerja sekitar.
Off line quality control merupakanpendekatan yang efektif untuk memperolehproduk/proses yang berkualitas tinggi dengancepat, tepat dan biaya yang relatif murah.Aktivitas ini terdapat pada perencanaanproduk, dan tahapan desain serta perencanaanproduksi. Metode Taguchi menggabungkanteknik desain eksperimen dan quality loss. sertasecara khusus diterapkan pada pengendaliankualitas “off line” yang dibedakan menjadi tigatahap yaitu system design, parameter design dantolerance design.
TINJAUAN PUSTAKAA. Proses Pembuatan Genteng
Menurut (Musabbikhah, 2001), dalampembuatan genteng Soka, langkah-langkah yangdilakukan adalah sebagai berikut :1. Pencampuran komposisi bahan yang
meliputi tanah liat, pasir, semen merah,dolumite dan air sesuai standart industri.
2. Selanjutnya campurkan bahan tambah hing-ga merata, hindarkan terjadi penumpukanantara bahan baku dengan bahan tambahyang dapat menyebabkan non homogenitasbahan.
3. Pencetakan, tujuannya agar terjadi pela-pukan kembali, sehingga homogenitas dansuatu ikatan yang kuat antar butir-butir darisemua bahan baku dan bahan tambah yanglebih padat denagn kandungan udara lebihkecil(tidak terjadi ruang udara di dalamnya),karena akan mempengaruhi terjadinya dayaserap air yang tinggi.
4. Pengeringan, dilakukan pada tempat yangterhindar dari udara lembab agar genteng men-jadi benar-benar kering atau kadar air kecilsehingga kalau ditimbang tidak terlalu berat.
5. Pembakaran, dilakukan mengunakan kayuatau kulit padi.
6. Pembongkaran, dilakukan secara hati-hatiuntuk menghindrai retak atau pecah.
B. Pengujian Daya Serap AirAgar dihasilkan mutu genteng yang baik,
maka perlu memilih bahan-bahan yang baik, danjuga memperhatikan komposisi material yangdigunakan serta homogenitas bahan. Kepadatangenteng dapat menghasilkan kekuatan gentengdan daya serap air yang kecil, sehingga kualitasgenteng semakin baik. Besarnya daya serap airdirumuskan :
C. Filosofi TaguchiPengendalian kualitas dapat dibagi ke
dalam dua tahap yaitu :a). Pengendalian kualitas “off line” terkait
dengan aktivitas selama pengembanganproduk dan disain proses.Aktivitas yang dilakukan adalah :1). Mengidentikasikan kebutuhan kon-
sumen dan yang diharapkan oleh kon-sumen.
2). Mendisain produk yang sesuai denganharapan konsumen.
3). Mendisain produk secara konsisten dansecara ekonomi menguntungkan.
4). Mengembangkan secara jelas dan spesi-fik dari standar, prosedur dan peralatan.
%100ker% x
basahgentengBeratinggentengBeratairserapdaya =
61MEDIA MESIN, Vol. 8, No. 2, Juli 2007, 59 - 64ISSN 1411-4348
b). Pengendalian kualitas “On-line” terkaitdengan proses selama produksi.Pengendalian kualitas “On-line” berartimemelihara kekonsistenan produk danproses sehingga meminimumkan variasi antarunit.Taguchi mengusulkan langkah-langkah yangsistematis dalam melakukan eksperimenyaitu sebagai berikut: menyatakan permasa-lahan yang akan dipecahkan; penentuantujuan penelitian; menentukan metodepengukuran; identifikasi faktor.
c) Brainstormingd) Diagram Sebab Akibat (Ishikawa Dia-
gram)e) Memisahkan faktor kontrol dan noise faktorf) Mengidentifikasi faktor yang mungkin
berinteraksi.g) Menggambarkan linear graph yang
diperlukan untuk faktor kontrol dan interaksi.h) Memilih Orthogonal Arrayi) Memasukkan faktor dan atau interaksi ke
dalam kolomj) Melakukan percobaank) Analisis hasil eksperimenl) Pemilihan level faktor untuk kondisi optimal.m) Perkiraan rata-rata proses pada kondisi
optimal
D. Penerapan Metode TaguchiMetode Taguchi diperkenalkan oleh
Genechi Taguchi pada tahun 1940 yangbertujuan untuk mengoptimalkan proseseksperimen. Metode taguchi berkembangberdasarkan pendekatan yang secara kese-luruhan berbeda dengan metode konvensionaldalam rekayasa kualitas. Dalam pengendaliankualitas Taguchi telah menggabungkan falsafah-falsafah besar yang ada pada industri manufaktur.Pendekatan metode Taguchi pada rancanganeksperimen diharapkan mampu menghasilkanpengembangan kualitas yang kokoh (robust)terhadap faktor noise.
Langkah-langkah yang dilakukan padametode Taguchi adalah :1). Identifikasi faktor, memisahkan faktor noise
dan faktor kontrol
2). Penentuan level faktor sehingga diperolehderajat bebas
3). Mengidentifikasi faktor yang mungkinberinteraksi
4). Memilih Orthogonal Array yang sesuai5). Memasukkan faktor utama dan interaksi ke
dalam kolom dengan bantuan linear graphatau triangular table.
6). Melakukan eksperimen7). Menghitung Signal To Noise Ratio (S/N
Ratio )S/N = - 10 log MSDS/N = -10 log (y1
2 + y22 +…+ yN
2)/N ….(2)
10).Menentukan kombinasi level faktor optimaluntuk respon berdasarkan grafik dan tabelrespon serta menentukan Confidenceinterval untuk S/N Ratio.
11).Percobaan konfirmasiHasil eksperimen konfirmasi akan
menentukan apakah level faktor optimal yangdiperoleh bisa diperluas ke skala industri.
Fungsi kerugian(Ross, 1996), dapatdibedakan menjadi tiga jenis yaitu :
1) Smaller the betterL(y) = k (y-m)2 …………….............(3)
2) Nominal the betterL(y) = k(y)2 ………………..............(4)
3) Larger the betterL(y) = k(1/y)2 ……………………...(5)
METODE PENELITIANBahan yang dipergunakan untuk penelitian
ini adalah tanah liat, pasir, semen merah, air,dolumite, kaoline, barium Carbonat.
Peralatan yang dipergunakan antara lainmolen, alat cetak,tungku pembakaran, skop,ayakan pasir, gerobak, timbangan,1. Variabel Bebas (dependent variable):
komposisi bahan genteng yang meliputi tanahliat, pasir, semen merah, dan dolumite.
2. Variabel Terikat‘(independent variable):Daya serap air genteng.
3. Karakteristik kualitas yang digunakan:Smaller the better
62 Variasi Komposisi Bahan Genteng Soka untuk Mendapatkan Daya Serap Airyang Optimal oleh Musabbikhah dan Sartono Putro
4. Pemilihan array orthogonal : L8 (27)Alasan penggunaan array orthogonal ini,jumlah total derajat bebas adalah 7, dengan2 level faktor, sehingga matrik yang palingmendekati adalah L8 (27).
Tabel 1. OA L8 (27)
5. Data daya serap air dengan 2 kali replikasi.6. Metode yang digunakan : Taguchi
HASIL DAN PEMBAHASANHasil perhitungan signal to noise ratio
dengan metode Taguchi pada daya serap airgenteng „Soka” ditunjukkan pada tabel 2.
Tabel 2. S/N Ratio of ExperimentalTrial Result
Kondisi optimum dicapai pada level faktorA1B1C1D2 yaitu komposisi tanah liat 80%,pasir 14%, semen merah 5% dan dolumite 1.5%seperti ditunjukkan pada tabel 3.
Tabel 3. Optimum Condition andPerformance
Berdasarkan hasil perhitungan S/N Rationdaya serap air genetng press, maka dapatdiketahui faktor-faktor yang dapat memberikanrespon terendah sampai yang tertinggi terhadaptinggi rendahnya daya serap air genteng yangditampilkan dalam bentukl tabel faktor utama danfaktor interaksi. Tabel respon daya serap airgenteng ditunjukkan pada tabel 4.
Tabel 4. Respon Faktor Utama(%)
Gambar 1. Respon Faktor Utama
Columns Eksp
1 2 3 4 5 6 7
Trial#1 1 1 1 1 1 1 1
Trial#2 1 1 1 2 2 2 2
Trial#3 1 2 2 1 1 2 2
Trial#4 1 2 2 2 2 1 1
Trial#5 2 1 2 1 2 1 2
Trial#6 2 1 2 2 1 2 1
Trial#7 2 2 1 1 2 2 1
Trial#8 2 2 1 2 1 1 2
Sampel#1 Sampel#2 S/N Ratio
Trial#1 8.33% 10.53% -19.549
Trial#2 11.11% 8.33% -19.842
Trial#3 10.81% 8.33% -19.691
Trial#4 13.51% 10.53% -21.665
Trial#5 11.11% 10.53% -20.688
Trial#6 10.53% 10.81% -20.565
Trial#7 10.53% 11.11% -12.688
Trial#8 8.33% 13.51% -21.003
Factors Level Desc Level Contrib
1 A:Tanah liat 80% 1 0.274
2 B:Pasir 14% 1 0.300
3 INTERACT 1x2 *INTER* 1 0.190
4 C:Semen merah 5% 1 0.307
5 INTERACT 1x4 *INTER* 1 0.259
6 INTERACT 2x4 *INTER* 2 0.264
7 D:Domulite 1.5% 3 0.155
Level A B AXB C AXC BXC D
1 10.4 10.4 10.5 10.4 10.4 11 11
2 10.8 10.8 10.8 10.8 10.8 10.2 10.3
Grafik Respon Faktor Utama
9.69.8
10.010.2
10.410.610.811.011.2
Level Faktor
Day
a se
rap
air g
ente
ng (%
)
63MEDIA MESIN, Vol. 8, No. 2, Juli 2007, 59 - 64ISSN 1411-4348
Dalam penelitian daya serap air genteng, terdapat3 interaksi antar kedua level faktor sepertiditunjukkan pada tabel 5.
Tabel 5. Respon Faktor Interaksi
Gambar 2.Grafik Respon FaktorInteraksi
Untuk hasil perhitungan ANOVA ditun-jukkan pada tabel 6.
Tabel 6. Analysis of Variance (ANOVA)
Estimate of expected result from S/N rationadalah :S/N = - 10 log (MSD) = -18.712
Atau MSD = 10^[-(S/N)/10] = 74.34Dimana : MSD =[Avg.(yi)^2] = Yexp^2Exp = SQR(MSD)Expectedperformancein QC units is :Y exp = 8.63 QcunitKondisi optimum; S/N = -18.712
Besarnya main efect dalam penelitian daya serapair genteng ditunjukkan pada tabel 6.
Tabel 6. Main Effect Daya Serap Air
Berdasarkan hasil perhitungan S/N ratioyang dilakukan, menunjukkan bahwa hasiloptimal yang dicapai untuk daya serap airgenteng masih berada dalam batas spesifikasiyang ditentukan 90 %, sehingga penelitian inidapat diperluas ke skala yang industri.
PembahasanGenteng Soka merupakan salah satu
komponen yang sangat penting dalam sektorpembangunan perumahan. Oleh sebab itu gen-teng yang digunakan harus berkualitas agar dapatmeraih pangsa pasar. Berdasarkan ANOVAdiketahui bahwa faktor-faktor yang mempenga-ruhi kualitas genteng adalah komposisi tanah liat,pasir, semen merah dan dolumite serta interaksiantar dua faktor. Software yang digunakan untukmembantu mengoptimalkan kadar air GentengSoka adalah Desain Taguchi. Besarnya S/Noptimal pada Genteng Soka dicapai pada levelfaktor A1B1C1D2 yaitu artinya komposisi tanahliat 80%, pasir 14%, semen merah 5% dandolumite 1.5%.
Level A1 A2 C1 C2 Level A1 A2
B1 10.1 10.7 10.6 10.3 C1 10 10.8
B2 10.8 10.9 10.2 11.5 C2 10.9 10.8
Grafik Respon Faktor Interaksi
9.09.39.69.9
10.210.510.811.111.411.7
A1XB1A1XB2
A2XB1A2XB2
A1XC1A1C2
A2XC1A2XC2
B1XC1B1XC2
B2XC1B2XC2
Level Faktor
Day
a se
rap
air g
ente
ng(%
)
Factors DOF SS Var PS P (%)
1 A:Tanah liat 1 0.60 0.60 0.60 16.45
2 B:Pasir 1 0.72 0.72 0.72 19.69
3 INTERACT 1x2 1 0.29 0.29 0.29 7.95
4 C:Semen merah 1 0.75 0.75 0.75 20.59
5 INTERACT 1x4 1 0.54 0.54 0.54 14.69
6 INTERACT 2x4 1 0.56 0.56 0.56 15.32
7 D:Domulite 1 0.19 0.19 0.19 5.27
Total 7 3.67 100%
Factors Level 1 Level 2 L2-L1
1 A:Tanah liat -20.187 -20.376 -0.549
2 B:Pasir -20.161 -20.762 -0.601
3 INTERACT 1x2 -20.27 -20.652 -0.383
4 C:Semen merah -20.154 -20.768 -0.615
5 INTERACT 1x4 -20.202 -20.721 -0.519
6 INTERACT 2x4 -20.726 -20.196 0.529
7 D:Domulite -20.617 -20.306 0.31
64 Variasi Komposisi Bahan Genteng Soka untuk Mendapatkan Daya Serap Airyang Optimal oleh Musabbikhah dan Sartono Putro
Dalam penelitian ini, pengurangan variasiditunjukkan adanya perbaikan kondisi yangmendekati nilai target dan variasinya menurun.Hal ini terbukti bahwa nilai CP dan CPkmeningkat dari 0.999 menjadi 1.234. Inimenunjukkan bahwa proses pembuatangenteng Soka sangat capable ditinjau daridaya serapm air, karena nilai CPk>1.Perbaikan ini juga diperoleh dari penurunanstandar deviasi dari 1.553 pada kon-disi awal,menjadi 1.25 pada kondisi akhir. Nilai S/NRatiomengalami peningkatan dari (-20.545)pada kondisi awal menjadi (-18.712) padakondisi akhir. Adapun besarnya loss fuctionyang diperoleh dalam proses pembuatan gen-teng Soka ini sebesar 34.4 cent/$ 1loss. Halini menunjukkan bahwa metode Taguchimampu mengoptimalkan daya serap airgenteng Soka sehingga kualitas gentengmeningkat karena semakin kecil daya sreap
air, kemungkinan terjadi kebocoran gentengsemakin kecil.
SIMPULANBerdasarkan hasil pengamatan dan
pembahasan penelitian ini dapat disimpulkansebagai berikut.1. Faktor-faktor yang mempengaruhi gas daya
serap air genteng soka adalah adalahkomposisi tanah liat, pasir, semen merah,dolumite dan interaksi antara kedua faktortersebut.
2. Besarnya taksiran optimal yang dapatmengoptimalkan daya serap air gentengadalah -18.712.
3. Besarnya S/N yang dapat mengoptimalkanrespon daya serap air genteng dicapai padalevel faktor A1B1C1D2 artinya komposisitanah liat 80%, pasir 14%, semen merah 5%dan dolumite 1.5%.
DAFTAR PUSTAKA
Basuki; Musabbikhah, 2003, Penerapan Prosedur Multi Respon Signal To Noise Pada gasbuang NOx dan CO, Jurnal Ilmiah Teknik Industri, Universitas Muhammadiyah Surakarta,Vol 02 Nomor 1, 1-8.
Douglas C. Montgomery, 1997, Design and Analysis Experimen, Fourth Edition, Arizona stateUniversity.
Lochner Rhand Matar, 1999, Designing For Quality, An Introduction to Teh Best of Taguchiand Western Method of Statistical Experimental Design Quality Resources and ASQCQuality, Press Milwaukee, Wisconsin, New York.
Musabbikhah, Evy H, 2003, Rancangan Furan dengan Prosedur MRSN, Prosiding SeminarNasional, ITS, Surabaya.
Musabbikhah, 2004, Minimasi Kadar Polutan HC dan CO2 dengan Prosedur MRSN Pada MetodeTaguchi, Proceedings Seminar Nasional Universitas Setia Budi Surakarta, 48-57.
Nicolo Belavendram., 1999, Quality By Design, Second Edition, Prentice Hall, International.Phillip J. Ross, 1998, Taguchi Techniques for Quality Engineering, Second Edition, MC Graw
Hill, Singapore.Tong, L and Chao,T Su., 1997, Optimizing Multirespon Problems In The Taguchi Methods by
Fuzzy Multiple Attribute Decision Making, Quality And Reability EngineeringInternational, Vol 13, 25-34.
www.gentengpelita.com
53MEDIA MESIN, Vol. 8, No. 2, Juli 2007, 53 - 58ISSN 1411-4348
SIFAT FISIS DAN MEKANIS KOMPOSIT SERAT LIMBAH PATIONGGOK SANDWICH DENGAN CORE SERAT ACAK
DARI BAHAN LIMBAH SEKAM PADI DENGAN MATRIK RESIN
NgafwanJurusan Teknik Mesin Fakultas TeknikUniversitas Muhammadiyah Surakarta
Jl. A.Yani Tromol Pos I Pabelan SurakartaE-mail: ngafwan@ums.ac.ic
ABSTRACT
Nature composite from skin rice fibre and palm sago fibre have differentmechanical and physycs properties characteristic , that have done from result ofour researh before. Therefore there is many research that can composse the propertiesof materials above. The methode of compossing two fiber use poliester that have20%, 30%, and 40% volume fraction of that matrice, compossing with sandwichlayer.
Caracterizing properties testing used are thermal conductivity test, and bendingtest. The result are, at high thermal condition the conductivity was decrease for allabove materials. The decreasing of conductivity of this sandwich compsite is moresignificant. The sandwich composite more tough than skin rice fibre composite.
The resume is the mechanical properties ( bending toughness) more lesssignificant of the thermal conductivity that more better.
Key words: sandwich composite, koductivity,bending strength
PENDAHULUANSerat sagu (Serat pati Onggok) dan Sekam
padi adalah limbah organik yang jumlahnya sangatbanyak dan nilai ekonomisnya sangat murah. Agarbahan limbah ini dapat dipakai sebagai materialteknik maka perlu dikembangkan sebagai bahankomposit yang sesuai sifat fisis dan mekanisnya.Sekam padi sering dipakai bahan untuk menyim-pan es artinya sekam padi merupakan bahanisolator panas yang baik.
Serat sagu (pati onggok) merupakan seratalam yang mempunyai sifat mekanik yang lebihbaik dibandingkan sekam terutama kekuatantarik maka jika dua material serat ini digabungkanmempunyai harapan untuk perbaikan kompositsekam padi.
Sifat isolator panas yang dimiliki sekampadi tersebut perlu pemikiran pengembanganmaterial komposit baru yang bahan dasar darilimbah sekam padi sebagai penghambat panas danserat sagu mempunyai sifat mekanis yang lebih baikdibandingkan sekam padi sehingga harapan yangdilakukan penelitian ini adalah untuk dapatmemperbaiki sifat mekais dari material sekam padiyang diperoleh hasil dari penelitian yang terdahulubahwa dari sita mekanis yang dihasilkan padapenelitian masih sifat mekanisnya sangat rendah.
Tujuan PenelitianPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui
fenomena sifat fisis yaitu hambat panas kompositsandwich dengan core komposit yang dibuat dari
54 Sifat Fisis dan Mekanis Komposit Serat Limbah Pati Onggok Sandwich dengan CoreSerat Acak dari Bahan Limbah Sekam Padi dengan Matrik Resin oleh Ngafwan
sekam padi sebagai serat dengan matrik Resindan sifat mekanis yaitu kekuatan bending.
TINJAUAN PUSTAKAKekuatan ikatan antara matrik dan serat
akan menimbulkan tegangan dalam serat,tegangan yang tinggi pada ujung serat menimbul-kan adanya aliran plastik dalam matrik logam.Untuk dapat memanfaatkan kekuatan serat yangcukup tinggi, perlu dilakukan pencegahan agarzona plastik dari matrik tidak merambat melam-paui tegah-tengah serat, sebelum regangan da-lam serat mencapai regangan putus (Dieter,1996).
Pengujian kekuatan tarik, bending danimpak terhadap komposit serat gelas 3 layerdalam bentuk chopped strand mat dengan beratjenis 300 gram/m2 yang dilakukan oleh DanyYanuar dan Diharjo K (2003), dipeoleh kekuatantarik sebesar 67,118 MPa, kekuatan bending175,25 MPa dan kekuatan impak 0,045 J/mm2.
Sudiyono dan Diharjo K. (2004), padapengamatan awal penelitian yang sedang ber-jalan, menunjukkan adanya indikasi awal kele-mahan pada komposit sandwich dengan corefoam/PU, yaitu mudah lepasnya ikatan kompositdengan core foam.
Hal ini disebabkan oleh sifat foam yangmudah mripil. Jenis core ini tidak cocok untukdigunakan sebagai core komposit sandwich yangmenerima beban bending, geser, impak, dantarik. Core ini hanya cocok untuk beban tekanyang ringan.
Ngafwan dan Diharjo K (2004) dari hasilpenelitian komposit sanwitch serat gelas dengancore PVC, kekuatan bending dan impak lebihbaik yaitu pada H 2000PVC Core dengan H100 PVC Core.
1. Aspek GeometriGibson (1994), Untuk memperoleh
komposit berkekuatan tinggi penempatan seratdisesuaikan dengan geometri serat, arah,distribusi dan fraksi volume. Komposit yangsusunannya lamina unidirectional, serat kontinyudengan jarak antar serat sama, dan direkatkansecara baik oleh matrik, fraksi volume dapatdihitung dengan menggunakan persamaansebagai berikut (Shackelford, 1992):sepertiditunjukkan pada gambar 1.
dengan catatan :V1, V2, … = fraksi volume,W1, W2, …= fraksi berat ρ1, ρ2,… ...= densitas bahan pembentuk
Kekuatan komposit dapat ditentukan denganpersamaan (Shackelford, 1992) :σC= σfVf + σmVm .......................... (3)
Gambar 1. Komposit Serat Teratur
......
.......
2211
111
2
2
1
1
1
1
1
++=
+=
VVVW
VWW
WV
ρρρ
ρ
ρ
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡=
RrVf 4
π
2r
S
2R
SERAT
MATRIK
2
32 ⎥⎦⎤
⎢⎣⎡=
RrV f
πS = 0 dan r =
R
SERAT
MATRIK
................. (1)
................. (2)
55MEDIA MESIN, Vol. 8, No. 2, Juli 2007, 53 - 58ISSN 1411-4348
2. Kekuatan BendingMaterial komposit mempunyai siafat tekan
lebih baik dibanding tarik, pada perlakuan ujibending spesimen, bagian atas spesimen terjadiproses tekan dan bagian bawah tarik sehinggakegagalan yang terjadi akibat uji bendingkejadiannya yaitu mengalami patah dibagianbawah karena tidak mampu menahan tegangantarik. Kekuatan bending komposit dapat ditentu-kan dengan persamaan 4 berikut ini :
2b bh2PL3
=σ
……...……………… (4)
3. Konduktivitas PanasDalam menghantarkan panas, suatu
material pada umumnya mempunyai tiga carayaitu konduksi, konveksi, dan radiasi. Padakonduksi, panas dialirkan dari satu molekul/atomke molekul/atom disampingnya. Arus panas(yaitu panas yang dihantarkan per satuan waktu)sebanding dengan luas penampang yang dilewatipanas tersebut. Pengalaman sehari-hari mem-perlihatkan bahwa panas itu mengalir dari suhutinggi ke suhu rendah. Sehingga makin besargradien suatu bahan yang dialiri panas, makinbesar arus panas itu.
Jika defleksi maksimum yang terjadi lebihdari 10 % dari jarak antar penumpu (L), ke-kuatan bendingnya dapat dihitung denganpersamaan 5 yang lebih akurat daripadapersamaan 4.
⎥⎥⎦
⎤
⎢⎢⎣
⎡⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ δ+=σ
2
2b L41
bh2PL3
....……… 5
Dimensi balok dapat kita lihat padagambar 2. berikut :
Gaya geser pada uji bending dapatditentukan memakai persamaan 6.
b)cd(P×+
=τ ……......………..….. 6
bb
aa x
TkxTAkq
∆∆
−=∆∆
−= A . . …….… (7)
Akx
Akx
Akx
TTq
c
c
b
b
a
a ∆+∆+∆−
=
30
…. (8)
Dimana : q : Kalor, (Watt).
K : Konduktivitas thermal, (W/moC). A : Luas Penampang, (m2). ∆x : Tebal, (m)
∆T : Kalor yang mengalir, (Watt).
W
L/2 L/2
b
h
Gambar 2. Potongan Penampang Balok Komposit Sandwich
56 Sifat Fisis dan Mekanis Komposit Serat Limbah Pati Onggok Sandwich dengan CoreSerat Acak dari Bahan Limbah Sekam Padi dengan Matrik Resin oleh Ngafwan
METODOLOGI PENELITIANUntuk pengujian hambat panas menggu-
nakan metode seperti gambar 3.20, kotak 1yang berisi air dipanaskan dengan menggunakanheater sehingga panas akan mengalir dari airdikotak 1 ke alumunium tipis yang berfungsi se-bagai kontrol kemudian ke air dikotak 2 lalu kealumunium tebal dan ke komposit, dari perpin-dahan kalor tersebut dapat diketahui selisih suhu(∆T) sehingga dapat dicari nilai “k” ataukonduktivitas komposit.
Pengambilan data pada pengujian dila-kukan urutan sebagai berikut:- Kawat 1-1, 1-2, 1-3, 1-4, 1-5 dan 1-6- Kawat 2-1, 2-2, 2-3, 2-4, 2-5 dan 2-6- Kawat 3-1, 3-2, 3-3, 3-4, 3-5 dan 3-6- Kawat 4-1, 4-2, 4-3, 4-4, 4-5 dan 4-6- Kawat 5-1, 5-2, 5-3, 5-4, 5-5 dan 5-6- Kawat 6-1, 6-2, 6-3, 6-4, 6-5 dan 6-6
Gambar 3. Cara Uji Hambat Panas
Gambar 4. Spesimen uji panas
T2 T3
Kawat 1
Kawat 2
Kawat 3
Kawat 4
Kawat 5
Kawat 6
Kawat 1
Kawat 2
Kawat 3
Kawat 4
Kawat 5
Kawat 6
Gambar 5. Skema Urutan Pencatatan Suhu
57MEDIA MESIN, Vol. 8, No. 2, Juli 2007, 53 - 58ISSN 1411-4348
HASIL DAN PEMBAHASANUji Hambat Panas
Pada pengujian yang dilakukan dari duamaterial diperoleh bahwa semakin besar fraksivolume serat pada komposit nilai hambat panasterjadi penurunan, namun jika dibandingkandengan material sandwich bahwa tingkatpenurunan material sandwic lebih beasar..Kejadian ini diakibatkan oleh adanya mediaperambatan kalor yaitu pada material sandwicterdapat perpindahan kalor secara konduksi danradiasi, yang pada kondisi udara perambatankalornya melalui radiasi secara tertutup padaruangan
Gambar 6. Konduktivitas vs FraksiVolume
Fenomena konduktivitas panas padakomposit tidak senwich dengan peningkatantemperatur menunjukkan bahwa tren yang terjadikonduktivitas panas menurun seiring peningkatantemperatur seperti yang terlihat pada gambar 6,namun penurunan nilai hambat panas ini perlahan-lahan.Jika dilihar sesuai dengan fraksi volumeserat maka material yang fraksi volumenya 50%nilai hambat panasnya lebih baik.
Pada material sandwich seperti padagambar 7, nilai hambat panas yang diperoleh yaitudengan peningkatan temperatur nilai hambatpanas semakin kecil sesuai dengan peningkatanpeneurunan temperatur, tingkat penurunanhambat panas dibandingkan dengan komposittidak sendwic penurunannya lebih besar. Padaperambatan kolor cara radiasi temperatur sangat
mempengaruhi kecepatan perambatan yaitusesuai dengan persamaan åóT4 . Sehingga padamaterial komposit sandwich lebih baik nilahambat panas.
Gambar 7. Konduktivitas vs Suhu
Uji bending Kejadian ini pada material sandwih yang
dibuat ternyata pada uji bending sebelumspesimen uji patah kejadiam yang terjadi adalahkekuatan lapisan polyester sebagai perekat duamaterial terkelupas dan diikutu patahnya inti darisandwich terutama pada fraksi volume rendah.
Gambar 8. Konduktivitas vs FraksiVolume
Hasil uji bending yang dilakukan padakomposit sandwich sekam serat sagumenunjukkan kekuatan bending meningkatdengan kenaikan fraksi vole serat dan jikadibandingkandengan data komposit sekam.
Grafik Hubungan Konduktivitas Panas Komposit Sandwich dan Fraksi Volume Komposit
0,00
0,05
0,10
0,15
0,20
0,25
10% 20% 30% 40% 50% 60%Fraksi Volume
Kon
dukt
ivita
s pa
nas
(k)
W/m
0 C
Grafik hubungan konduktivitas panas komposit Sandwich dan suhu
0,00
0,05
0,10
0,15
0,20
0,25
0,30
26 28 30 32 34
Suhu (T) 0C
kond
uktiv
itas
pana
s (K
) W/m
0 C
Vf 20 %
Vf 40 %
Vf 30 %
Vf 50 %
0
5
10
15
20
25
30
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Fraksi volume %
Tega
ngan
ben
ding
(Mpa
)
Sekam padi
Sandwich sekam serat sagu
58 Sifat Fisis dan Mekanis Komposit Serat Limbah Pati Onggok Sandwich dengan CoreSerat Acak dari Bahan Limbah Sekam Padi dengan Matrik Resin oleh Ngafwan
KESIMPULAN DAN SARANKesimpulan
Hasil pembahasan perolehan penelitiandapat dismpulkan:1. Komposit sendwich mempunyai gradien penu-
runan konduktivitas akibat kenaikan fraksivolume dan gradien penurunan konduktivitasakibat kenaikan temperatur lebih besardibandingkan dengan yang tidak sendwich.
2. Tegangan bending pada komposit sendwichlebih rendah dibandingkan yang tidaksendwich, kejadian ini diakibatkan oleh mulai
lepasnya pada lapisan inti dengan kulit(pelapis) lem polyester pada saat pengujiansebelum material patah dan patah dimulaidari kulit.
SaranSesuai hasil penelitian peneliti menyaran:
1. Untuk memperkuat komposit sandwic makadiperlukan tebal dan kekuatan lem perluperbaikan.
2. Untuk memperbaiki konduktivitas makaperlu pemodelan sendwich yang berlapis.
DAFTAR PUSTAKA
Gibson.R.F., 1994, Principle of Composite Material Mechanics. Departement of MechanicalEngineering Wayne State University Detroit, Michigan, McGraw-Hill, Inc.
Mills,A.F., 1999, Basic Heat Mass Transfer, Second Edition, Universitas of California at AngelesLos Angeles, California.
Mazumdar. S.K., 2002, Composites Manufacturing Materials Product and ProcessEngineering, CRC Press LLC, 2000 N.W. Corporate Blvd., Boca Raton, Florida 33431.
Ngafwan; Diharjo, K., 2004, Pengaruh Kepadatan Core PVC pada Komposit Sandwich SeratGelas Terhadap Peningkatan Kekuatan Bending dan Impak, Penelitian Dosen Muda.
45MEDIA MESIN, Vol. 8, No. 2, Juli 2007, 45 - 52ISSN 1411-4348
PENGARUH VARIASI BAHAN PEREKATTERHADAP LAJU PEMBAKARAN BIOBRIKETCAMPURAN BATUBARA DAN SABUT KELAPA
Amin SulistyantoJurusan Teknik Mesin Fakultas TeknikUniversitas Muhammadiyah Surakarta
Jl. A.Yani Tromol Pos I Pabelan SurakartaE-mail: amin_sulistyanto@ums.ac.id
ABSTRAK
Kekhawatiran akan semakin menipisnya dan mahalnya Bahan Bakar Minyak(BBM) semakin terasa dalam beberapa tahun terakhir sehingga timbul pemikiranuntuk mengolah biomas yang kurang termanfaatkan menjadi bahan bakar alternatif.Sabut kelapa belum termanfaatkan sepenuhnya, padahal sabut kelapa merupakanbiomas dengan kandungan energi yang relatif besar. Apabila sabut kelapa tersebutdiolah bersama-sama dengan batu bara, bahan perekat dan zat pengikat polutanakan menjadi satu bahan bakar padat buatan sebagai bahan bakar alternatif.
Dalam penelitian ini, yang akan diteliti adalah karakteristik pembakaranbiobriket campuran sabut kelapa dan batubara lignite (70% : 30%), dengan bahanperekat pati kanji dan tetes tebu yang komposisinya masing-masing 1 gram, 2 gramdan 3 gram. Biobriket yang diteliti mendapatkan perlakuan yang sama, yaitu tekananpengepresan 100 kg/cm2, berat biobriket 4 g dan pada saat proses pembakarankecepatan udara dibuat 0,3 m/s, temperatur dinding 1000 C-1200C, temperaturpreheater 520C-560C serta temperatur udara 340C-380C.
Dari penelitian didapatkan bahwa karakteristik pembakaran biobriket yangbaerbahan perekat pati memiliki temperatur pembakaran yang lebih tinggi dantetes tebu menghasilkan polusi yang lebih tinggi.
Kata kunci : Biobriket, Sabut kelapa, Bahan perekat, Karakteristik pembakaran
PENDAHULUANKekhawatiran akan semakin menipisnya
sumber daya energi terutama bahan bakar fosildan juga mahalnya Bahan Bakar Minyak semakinterasa dalam beberapa tahun terakhir sehinggadari kenyataan ini banyak hal yang dilakukanuntuk mengatasi masalah tersebut, salah satudiantaranya adalah dengan mencari sumber energialternatif.
Disisi lain, sabut kelapa merupakanbiomas yang belum termanfaatkan secara
menyeluruh. Padahal sabut kelapa merupakanenergi alternatif yang memiliki kandungan energiyang relative besar, apabila sabut kelapa diolahbersama-sama dengan batu bara dan zat pe-ngikat polutan akan menjadi satu bahan bakarpadat buatan sebagai bahan bakar alternatifyang bernama biobriket.
Berbagai penelitian telah dilakukan untukmenganalisa karakteristik pembakaran padaBio-Briket, yang mana dilakukan sebagai tolakukur untuk pembuatan bahan bakar dari bahan
46 Pengaruh Variasi Bahan Perekat terhadap Laju Pembakaran BiobriketCampuran Batubara dan Sabut Kelapa oleh Amin Sulistyanto
yang mudah didapat dan efisien dalam peng-gunaannya.
Batasan MasalahUntuk menghindari melebarnya masalah,
maka perlu adanya pembatasan masalah sebagaiberikut:
Dalam penelitian ini masalah yang ditelitikarateristik pembakaran yang meliputi lajupembakaran, temperatur pembakaran dan polusiyang ditimbulkan dalam pembakaran biobriketsebagai akibat variasi bahan perekat.
Tujuan Penelitian1. Mengetahui pengaruh bahan perekat
terhadap laju pembakaran.2. Mengetahui pengaruh bahan perekat
terhadap temperatur pembakaran.3. Mengetahui pengaruh bahan perekat
terhadap polusi pembakaran.4. Menentukan karakter pembakaran biobriket
yang terbaik.
TINJAUAN PUSTAKANaruse et al (1999) melakukan peneliti-
an mengenai karakteristik pembakaran biomassyang berasal dari limbah jagung. Didapatkanbahwa karakteristik pembakaran biomasatergantung dari komposisi biomasa semisal lignindan cellulose, disamping itu juga didapatkanbahwa biomass dapat memperbaiki prosespenyalaan dan pembakaran batubara, selain itudalam pembakaran antar batubara dan biomasaakan ditangkap oleh abu dari batubara selamaproses pembakaran.
Beberapa masalah yang berhubungandengan pembakaran limbah pertanian adalahkadar air, bulk density, kadar abu dan kadarvolatile matter. Kadar air yang tinggi dapatmenyulitkan penyalaan dan mengurangitemperatur pembakaran. Kadar volatile matteryang tinggi pada limbah pertanian mengindikasi-kan bahwa limbah pertanian mudah menyala danterbakar, walaupun pembakaran lebih cepat dansulit dikontrol.hal ini ditemui dalam penelitianpembakaran limbah pertanian yang dilakukanoleh Werther (2000) dalam (Himawanto, 2003).
Sudrajat (2000) melakukan penelitiantentang pemanfaatan energi dari biomasa sebagaisumber energi alternatif, dimana dia mendapat-kan data yang menunjukkan besarnya tingkatsampah yang dihasilkan dibeberapa kota besardi Indonesia pada tahun 2000 yang mana sebagi-an besarnya adalah sampah organik yang mem-punyai nilai kalor yang cukup tinggi.
Penelitian mengenai pembakaran antarajerami dan batubara diteliti oleh Pedersen et al ,(1996) dalam (Himawanto, 2003) yang dalamrisetnya menghasilkan kesimpulan bahwa denganpembakaran antara jerami dan batubara Kana-da, emisi NO dan SO2 dapat direduksi biladibandingkan dengan pembakaran batubarasaja, juga terjadi penurunan kadar asap dan abu.
Biobriket mempunyai temperatur penyala-an (ignition temperatur) yang lebih rendah danburnout time yang lebih pendek dibandingkandengan briket batubara. Ketika briket dipanasi,temperaturnya naik, setelah mencapai temperaturtertentu, volatile matter keluar dan terbakardisekitar briket. Temperatur nyala turun jikacampuran biomasa lebih banyak volatile matterdan temperatur nyala biomasa lebih rendah daribatubara. Penambahan biomassa pada biobriketdapat meningkatkan kemampuan nyala briket(Naruse ,1998).
Hal-hal penting dalam pembakaran :
1. Pembakaran bahan bakar padatDalam pembakaran bahan bakar padat
tahap pertama yang terjadi adalah pengeringan,yaitu suatu proses ketika suatu partikel dipanas-kan dan dikenai temperature tinggi dan menye-babkan moisture di permukaan bahan bakartersebut akan menguap. Kemudian dilanjutkandengan proses devolatilisasi. Pada tahap inibahan bakar mengalami dekomposisi termal,yaitu pecahnya ikatan kimia secara termal dankeluarnya volatile matter dari partikel. Lajudevolatilisasi dan hasil devolatilisasi tergantungpada temperatur dan jenis bahan bakar.
Beberapa masalah yang berhubunganpembakaran biobriket sabut kelapa denganbatubara antara lain :
47MEDIA MESIN, Vol. 8, No. 2, Juli 2007, 45 - 52ISSN 1411-4348
a. Kadar airKandungan air yang tinggi menyulitkanpenyalaan dan mengurangi temperaturpembakaran
b. Kadar kaloriDari pengujian diketahui bahwa sabutkelapa mempunyai kalori yang jauh lebihrendah jika dibandingkan dengan batubara.
c. Kadar abuSabut kelapa mempunyai kadar abu yangrendah, bila dibandingkan dengan batubara.
d. Volatile matter atau zat-zat yang mudahmenguapKandungan volatile matter pada sabutkelapa lebih tinggi dibanding batubara. Halini menyebabkan sabut kelapa lebih mudahterbakar dan menyala.
2. Bahan perekatPerekat adalah bahan yang dapat mere-
katkan dua buah benda berdasarkan ikatanpermukaan. Menurut Brown,et al (2000) dalam(Maarif, 2004) kekutan perekatan dipengaruhioleh faktor sifat perekatnya sendiri dan tingkatpenyesuaian antara jenis bahan perkat denganbahan yang direkat.a. Pati Kanji
Menurut Prayitno (1995) dalam (Maarif2004) penggunaan perekat pati memilikibeberapa keuntungan, antara lain : hargamurah, mudah pemakaiannya, dapat meng-hasilkan kekuatan rekat kering yang tinggi.Namun perekat ini memiliki kelemahan,seperti : ketahanan terhadap air rendah,mudah diserang jamur, bakteri dan binatangpemakan pati. Penelitian yang telah dilaku-kan Hartoyo dkk, (1978) dalam (Maarif,2004) menyebutkan bahwa prosedurpembuatan perekat pati dan air adalahdengan menggunakan perbandingan 1 bagianberat tepung pati dan 16 bagian berat air.
b. Tetes tebu (molasses)Tetes tebu (molasses) adalah hasil sampingyang diperoleh dari tahap pemisahan kristalgula. Hasil samping ini cukup berpotensikarena masih mengandung gula sekitar 50% - 60 % selain sejumlah asam amino.
METODE PENELITIANUntuk memudahkan jalannya penelitian,
maka dibuat flowchart penelitian dapat dilihatpada gambar1 sebagai berikut:
Gambar 1. Flowchart Penelitian
Bahan Baku1. Pengumpulan bahan baku
Adapun bahan-bahan yang digunakandalam penelitian ini adalah :- Batubara kualitas rendah (lignite) yang masih
asli dan belum mengalami proses pengolahan.- Sabut kelapa, yang diperoleh dari area
pertanian di Surakarta dan sekitarnya.- Bahan perekat biobriket yaiti tepung kanji
dan tetes tebu (molasses).- Batu kapur (limestone) sebagai bahan
pengikat polutan- Gas LPG, sebagai bahan bakar untuk
memanaskan tungku pada proses pem-bakaran biobriket.
2. Pengolahan Bahan Bakua. Penghalusan batubara menjadi serbukb. Pencacahan sabut kelapa menjadi serbukc. Pembuatan bahan perekat
Pencacahan Batubara dan Sabut Kelapa
Pengumpulan Bahan Baku : Batubara, Sabut Kelapa, Bahan Perekat dan Batu Kapur (Lime Stone)
Analisys Proximate dan Ultimate Bahan Baku
Pembuatan Alat Pengepress
Pembuatan Biobriket
Pembakaran Biobriket
Uji Polusi dan Abu
Pembuatan Laporan
48 Pengaruh Variasi Bahan Perekat terhadap Laju Pembakaran BiobriketCampuran Batubara dan Sabut Kelapa oleh Amin Sulistyanto
Ultimate Dan Proximate Analysis BahanBaku
Setelah bahan baku yang berupa batu baradan sabut kelapa dihaluskan kemudian dilakukanpengujian utimate dan proximate di UGM.
1. Analisis ProximateAnalisis proximate meliputi; kadar air (M),kadar zat menguap (VM), kadar abu (A),fixed carbon (FC) dan nilai kalor (E). Untukpengujian nilai kalor dilakukan di Pusat StudiPangan dan Gizi PAU UGM, sedangkanuntuk pengujian kadar air, kadar abu,volatile matter dan fixed carbon dilakukandi Laboratorium Energi Kayu FakultasKehutanan UGM.
2. Analisis UltimateAnalisis ini memberikan informasi analitikyang lebih lengkap dari pada analisiproximate. Hasil analisis ultimate biasa
digunakan untuk membandingkan danmenghubungkan sifat-sifat dari batubaradisamping itu hasil analisis ini juga dapatdigunakan untuk memperkirakan nilai panasbatubara dengan menggunakan rumusDulong. Analisis ini dijalankan dengan analisiskimia untuk menentukan kadar karbon (C),hydrogen (H2), oksigen (O2), nitrogen (N2),belerang, dan abu (A).
Peralatan yang DigunakanPeralatan utama yang digunakan dalam
penelitian ini terdapat di Laboratorium TeknikMesin Universitas Muhammadiyah Surakartadapat dilihat gambar 2 :
1. Alat Pengepresan biobriketAlat pengepres biobriket gambar 3 dibuatdeangan cara memodifikasi dongkrakhidraulik yang bertekanan maximal 2 ton
Keterangan :→ Aliran pemanas LPG— Aliran udara1. Blower2. Saluran by pass3. Katup pengatur aliran udara4. Saluran masuk pemanas LPG5. Tungku 16. Tungku 27. Saluran buang pemanas LPG
8. Termakopel temperatur dinding9. Kawat penggantung sampel bahan bakar10. Digital thermocouple reader11. Electronic professional scale12. Stop wacth13. Termokopel temperatur gas pembakaran14. Termokopel temperatur udara pre-heater15. Digital thermocouple reader16. Termokopel temperatur udara supply
Gambar 2. Sketsa Alat Uji
49MEDIA MESIN, Vol. 8, No. 2, Juli 2007, 45 - 52ISSN 1411-4348
dengan diameter 22 mm dan dipasangmanometer pada saluran pembuangan udaradongkrak yang berfungsi untuk mengukurtekanan pada saat pengepresan.
Gambar 3. Alat pengepress Biobriket
Gambar 4. Alat Pencetak Batubara
Pembuatan Briket1. Pencampuran bahan baku
Batu bara, sabut kelapa, bahan perekatdan zat pengikat polutan dicampur hinggarata dengan komposisi sebagai berikut :a. Sabut kalapa dan batu bara (70% :
30%) + pati kanji 1 gramb. Sabut kalapa dan batu bara (70% :
30%) + pati kanji 2 gramc. Sabut kalapa dan batu bara (70% :
30%) + pati kanji 3 gramd. Sabut kalapa dan batu bara (70% :
30%) + tetes tebu 1 grame. Sabut kalapa dan batu bara (70% :
30%) + tetes tebu 2 gramf. Sabut kalapa dan batu bara (70% :
30%) + tetes tebu 3 gram2. Pencetakan biobriket
Bahan baku yang telah tercampur ratadimasukkan ke dalam cetakan gambar 4 ,yang berbentuk silinder dengan diameter 1,5cm dan tinggi 1,75 cm.
3. PengepresanSetelah bahan baku dimasukkan ke
dalam cetakan, kemudian dilakukanpengepresan dengan tekanan 100 kg/cm2
dan didiamkan selama 10 menit. Setelah itubiobriket dikeluarkan dari cetakan dandikeringkan di tempat yang tidak terkenasinar matahari secara langsung selama 3 hari.Hasil dari spsimen biobriket dapat dilihatpada gambar 5 di bawah :
Gambar 5 Spesimen Biobriket
50 Pengaruh Variasi Bahan Perekat terhadap Laju Pembakaran BiobriketCampuran Batubara dan Sabut Kelapa oleh Amin Sulistyanto
HASIL PENELITIANSifat-sifat Bahan Dasar
Dari hasil uji proximate dan ultimatedapat diketahui sifat-sifat bahan dasar sepertiyang terlihat pada table 1 sebagai berikut :
Tabel 1. Sifat-sifat Bahan Dasar
Dari tabel 1 diatas dapat kita lihat bahwanilai kalor yang dimiliki sabut kelapa masih cukupbesar sehingga layak untuk pembuatan briket
Pengaruh Bahan Perekat terhadap LajuPembakaran
Variasi bahan perekat mempunyai pe-ngaruh yang signifikan terhadap laju pem-bakaran. Dalam gambar 6 sampai 9 di bawah,akan disajikan pengaruh variasi bahan perekatterhadap laju pembakaran :
Gambar 6. Grafik pengaruh komposisi pere-kat pati kanji (1 gram, 2 gram dan 3 gram) terha-dap laju pengurangan massa biobriket cam-puran sabut kelapa dan batubara 70% : 30%
Gambar 7. Grafik pengaruh komposisi pere-kat tetes tebu (1 gram, 2 gram dan 3 gram)terhadap laju pengurangan massa biobriketcampuran sabut kelapa dan batubara 70%:30%
Dari gambar 6 dan 7 hasil penelitian diatas,dapat dilihat bahwa Laju pembakaran biobriketdengan perekat pati pada awalnya naik sampaimencapai optimum, sedangkan pada biobriketyang bahan perekatnya tetes tebu pada awalnyajuga naik tapi pada saat titik tertentu sebelummencapi optimum, laju pembakaran akan turun.Hal ini disebabkan karena volatile matter yangdimiliki pati kanji masih cukup tinggi jikadibandingkan dengan tetes tebu.
Pada biobriket dengan perekat pati kanji,semakin banyak campuran pati kanji makakemungkinan terbakarnya semakin cepat karenanilai volatile matter yang semakin tinggi tetapiyang lebih menarik disini laju pembakan dicapaipada waktu yang sama.
Dari gambar 8 dan 9 diatas dapat dilihatbahwa temperatur yang dihasilkan pada pem-bakaran biobriket yang berbahan perekat patikanji lebih tinggi dibandingkan dengan biobriketyang berbahan perekat tetes tebu, ini me-nunjukkan bahwa perekat pati mempunyai nilaikalor yang lebih tinggi dibandingkan dengan tetestebu.
Sifat Batubara Lignite
Sabut Kelapa
Kadar air (%) 14,31 2,45 Kadar abu (%) 2,02 1,34 Fixed Carbon (%) 69,53 21,62
Nilai kalor (kal/kg) 5289,395 3942,751 Volatile metter (%) 14,14 74,59
Pengaruh Komposisi Bahan Perekat Pati kanji Terhadap laju Pembakaran Biobriket Campuran
Sabut kelapa dan Batubara (70% : 30% )
0
0.001
0.002
0.003
0.004
0.005
0.006
0.007
0.008
0 120 240 360 480 600 720 840 960 1080
Waktu (detik)
Laju
Pen
gura
ngan
Mas
sa
(gra
m/d
etik
)
pati kanji 1 gram pati kanji 2 gram pati kanji 3 gram
Pengaruh Komposisi Bahan Perekat Tetes Tebu Terhadap Laju Pembakaran Biobriket Campuran Sabut Ke lapa dan
Batubara (70% : 30%)
0
0.001
0.002
0.003
0.004
0.005
0.006
0.007
0 120 240 360 480 600 720 840 960Waktu (dtk)
Laju
Pem
baka
ran
(Gra
m/d
tk)
Tetes Tebu 1 Gram Tetes Tebu 2 Gram Tetes Tebu 3 Gram
51MEDIA MESIN, Vol. 8, No. 2, Juli 2007, 45 - 52ISSN 1411-4348
yang dihasilkan terutama HC, hal ini disebabkankarena kadar karbon pada tetes tebu cukuptinggi.
KESIMPULAN1. Pati kanji mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap laju pembakaran, karenakandungan volatile matter yang lebih tinggidibandingkan tetes tebu.
2. Biobriket yang berbahan perekat pati kanjimempunyai temperatur pembakaran lebihtinggi jika dibandingkan dengan biobriketyang berbahan perekat tetes tebu.
3. Penambahan tetes tebu sangat berpengaruhpada polusi, yaitu semakin banyak penam-bahan perekat tetes tebu pada biobriketmaka semakin tinggi polusi HC yangdihasilkan biobriket tersebut.
4. Karakteristik pembakaran biobriket yangterbaik ditemukan pada pembakaranbiobriket dengan komposisi sabut kelapadan batubara 70% : 30% dan bahan perekatpati kanji 2 gram, hal ini disebabkan karenatemperature yang dihasilkan tinggi, lajupembakaran tinggi dan polusi yang dihasilkanrendah.
Pengaruh Komposisi Bahan Perekat Pati Kanji Terhadap Temperatur Pembakaran Biobriket
Campuran Sabut Kelapa dan Batubara (70% : 30% )
020406080
100120
0 120 240 360 480 600 720 840 960 1080
Waktu (detik)
Tem
pera
tur
(C)
pati kanji 1 gram pati kanji 2 gram pati kanji 3 gram
Gambar 8. Grafik pengaruh komposisi pere-kat pati kanji (1 gram, 2 gram dan 3 gram)terhadap temperature pembakaran bio-briket campuran sabut kelapa dan batubara70% : 30%
Pengaruh komposisi Bahan Perekat Tetes Tebu Terhadap Temperatur Pembakaran Biobriket Campuran Sabut kelapa
dan Batu bara (70% : 30%)
0
20
4060
80
100
120
0 120 240 360 480 600 720 840 960
Waktu (detik)
Tem
pera
tur
(C)
tetes tebu 1 gram tetes tebu 2 gram tetes tebu 3 gram
Gambar 9. Grafik pengaruh komposisi perekattetes tebu (1 gram, 2 gram dan 3 gram) terhadaplaju pengurangan massa biobriket campuransabut kelapa dan batubara 70% : 30%
Jenis Polutan Komposisi Bahan perekat HC
(ppm) CO (%)
NOx (%)
Pati kanji 1 gram 10 0.0046 0.00035 Pati kanji 2 gram 10 0.0044 0.00034 Pati kanji 3 gram 10 0.0045 0.00032 Tetes tebu 1 gram 10 0.0034 0.00030 Tetes tebu 2 gram 70 0.0038 0.00034 Tetes tebu 3 gram 120 0.0043 0.00036
Tabel 2. Hasil Polutan Biobbriket
Polutan pada Pembakaran BiobriketHasil uji polutan pada pembakaran
biobriket campuran sabut kelapa dan batubara(70% : 30%) dengan variasi bahan perekat dapatdilihat pada tabel 2.
Dari tabel 2 terlihat bahwa denganpenambahan perekat pati kanji tidak begituberpengaruh terhadap polusi yang dihasilkanpada pembakaran biobriket. Sedangkan padapenambahan bahan perekat tetes tebu mem-punyai pengaruh yang signifikan terhadap polusi
52 Pengaruh Variasi Bahan Perekat terhadap Laju Pembakaran BiobriketCampuran Batubara dan Sabut Kelapa oleh Amin Sulistyanto
DAFTAR PUSTAKA
Himawanto, D. A., 2003, Pengolahan limbah pertanian menjadi biobriket sebagai salah satubahan bakar alternatif, Laporan Penelitian, UNS. Surakarta.
Naruse, I.,Gani, A., Morishita, K., 2001, Fundamental Characteristic on Co-Combustion ofLow Rank Coal with Biomass, Proceedings of Riset, Pittsburg.
Sudradjat, 2000, The Potensial of Biomass Energy Resources in Indonesia for the PossibleDevelopment of Clean Technology Process (CPT), Laporan Penelitian, Jakarta.
Maarif, S., 2004, Pengaruh Penambahan Arang Tempurung Kelapa dan Penggunaan Perekatterhadap Sifat-Sifat Fisika dan Kimia Briket Arang dari Arang serbuk Kayu Sengon”,Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Recommended