View
265
Download
5
Category
Preview:
Citation preview
8/10/2019 Ante Mortem & Post Mortem, RPH & RPU.
1/18
8/10/2019 Ante Mortem & Post Mortem, RPH & RPU.
2/18
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah S.W.T. atas segala limpahan Rahmat, Inayah,
Taufik dan Hidayahnya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini dalam
bentuk maupun isinya yang sangat sederhana guna memenuhi tugas mata kuliah
Higiene Makanan. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan,
petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam administrasi pendidikan dalam profesi
kedokteran hewan.
Higiene makanan merupakan salah satu usaha untuk melindungi, memelihara
dan meningkatkan kesehatan manusia agar tidak terjadi gangguan kesehatan dari
makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat. Dalam kesempatan ini, penyusun mendapat
kesempatan untuk membahas tentang higiene daging. Sebagaimana yang kita ketahui
daging merupakan salah satu bahan makanan yang memiliki nilai protein yang tinggi.
Mengena i pemeriksaan antemortem dan posmortem, syarat lokasi dan bangunan RPH
dan RPU akan dibahas dalam makalah ini sebagai pedoman bagi calon dokter hewan.
Penyusun mengakui masih banyak kekurangan makalah ini. Oleh kerena itu
penyusun harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Banda Aceh, September 2014
Penyusun
8/10/2019 Ante Mortem & Post Mortem, RPH & RPU.
3/18
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................................. 11.1. Latar Belakang ..................................................................................................................... 1
1.2. Tujuan .................................................................................................................................. 2
1.3 Manfaat ................................................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................................ 3
2.1. Pemeriksaan Ante Mortem .................................................................................................. 3
2.2. Pemeriksaan Post Mortem .................................................................................................... 5
2.3. Cap Daging ........................................................................... Error! Bookmark not defined.
2.4. Pemeriksaan Ulang ( Herkeuring ) ........................................................................................ 7
2.5. Syarat Lokasi dan Bangunan RPH dan RPU ....................................................................... 8
BAB III Kesimpulan ...................................................................... Error! Bookmark not defined.
Daftar Pustaka ............................................................................ Error! Bookmark not defined.
8/10/2019 Ante Mortem & Post Mortem, RPH & RPU.
4/18
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemeriksaan hewan kurban meliputi pemeriksaan kesehatan dan umur
hewan. Hewan kurban harus benar-benar dalam keadaan sehat dan layak untuk
disembelih, di antaranya harus cukup umur, sudah ganti gigi, tidak cacat dan
dalam kondisi sehat. Selain itu, pemeriksaan hewan kurban juga untuk mencegah
penyebaran penyakit hewan seperti anthrax. Pemeriksaan hewan kurban dibagi
dalam dua tahap yakni pemeriksaan antemortem yaitu pemeriksaan fisik luar
hewan sebelum dilakukan pemotongan, dan posmortem yaitu pemeriksaan
bagian dalam hewan sesudah pemotongan. Hewan yang sehat secara klinis, yakni
tidak cacat, hidung normal, mata normal, jantung dan paru-paru juga normal.
Sementara itu, untuk pemeriksaan postmortem dilakukan dengan sasaran
pemeriksaan meliputi kondisi hati, jantung, paru-paru, limpa, ginjal dan organ
bagian dalam hewan. Apabila ditemukan kelainan-kelainan dan ada cacing hati
maka organ tersebut harus disingkirkan, karena tidak layak untuk dikonsumsi(Ressang, 1984).
Dalam rangka melakukan pemeriksaan kesehatan hewan kurban yang
aman bagi masyarakat. Pemeriksaan antemortem dan postmortem sangat penting
untuk dilaksanakan agar daging kurban yang dibagikan dimasyarakat terjamin
keamanan dan terhindar dari penyakit zoonosis.
Salah satu tahap yang sangat menentukan kualitas dan keamanan daging
dalam mata rantai penyediaan daging adalah tahap di rumah pemotongan. Dirumah pemotongan ini hewan disembelih dan terjadi perubahan (konversi) dari
otot (hewan hidup) ke daging, serta dapat terjadi pencemaran mikroorganisme
terhadap daging, terutama pada tahap eviserasi (pengeluaran jeroan).
Penanganan hewan dan daging di rumah potong yang kurang baik dan tidak
higienis akan berdampak terhadap kehalalan, mutu dan keamanan daging yang
dihasilkan. Oleh sebab itu, penerapan sistem jaminan mutu dan keamanan
pangan di rumah potong sangatlah penting, atau dapat dikatakan pula sebagai
penerapan sistem produk safety pada rumah potong. Aspek yang perlu
8/10/2019 Ante Mortem & Post Mortem, RPH & RPU.
5/18
diperhatikan dalam sistem tersebut adalah higiene, sanitasi, kehalalan, dan
kesejahteraan hewan.
1.2 Tujuan
a. Mahasiswa/i dapat mengetahui apa itu pemeriksaan antemortem dan
posmortem, syarat lokasi dan bangunan RPH dan RPU.
b. Mahasiswa/i dapat mengetahui bagaimana proses pemeriksaan antemortem dan
posmortem, syarat lokasi dan bangunan RPH dan RPU.
c. Mahasiswa/i dapat mengetahui apa-apa saja pemeriksaan antemortem dan
posmortem, syarat lokasi dan bangunan RPH dan RPU.
d. Mahasiswa/i dapat mengetahui dan mempelajari bagaimana cara pemeriksaanantemortem dan posmortem, syarat lokasi dan bangunan RPH dan RPU.
e. Sebagai bahan rujukan dalam memenuhi tugas- tugas matakuliah Higiene
Makanan.
1.3 Manfaat
Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah
mengenai pemeriksaan antemortem dan posmortem, syarat lokasi dan bangunanRPH dan RPU kepada seluruh mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan yang
sedang mengambil mata kuliah Higiene Makanan agar seterusnya dapat
mengaplikasikankepada seluruh masyarakat.
8/10/2019 Ante Mortem & Post Mortem, RPH & RPU.
6/18
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pemeriksaan Ante Mortem
Pemeriksaan antemortem meliputi pemeriksaan perilaku dan pemeriksaan
fisik. Pemeriksaan perilaku dilakukan pengamatan dan mencari informasi dari
orang yang merawat hewan tersebut. Hewan yang sehat nafsu makannya baik,
hewan yang sakit nafsu makannya berkurang atau bahkan tidak mau makan. Cara
bernafas hewan sehat nafasnya teratur, bergantian antara keempat kakinya.
Pincang, loyo dan tidak bias berjalan menunjukkan hewan sedang sakit. Cara
buang kotoran dan kencingnya lancer tanpa menunjukkan gejala kesakitan.
Konsistensi kotoran (feses) padat (Hayati dan Choliq, 2009).
Pemeriksaan Fisik dilakukan pemeriksaan terhadap suhu tubuh
(temperatur), menggunakan termometer badan ( digital atau air raksa ), suhu
tubuh normal sapi berkisar antara 38,5C 39,2C. Bola mata bersih, bening, dan
cerah. Kelopak mata bagian dalam (conjunctiva) berwarna kemerahan (pink) dan
tidak ada luka. Kelainan yang biasa dijumpai pada mata yaitu adanya kotoran berlebih sehingga mata tertutup, kelopak mata bengkak, warna merah, kekuningan
(icterus) atau cenderung putih (pucat). Mulut dan bibir, bagian luar bersih, mulus,
dan agak lembab. Bibir dapat menutup dengan baik. Selaput lender rongga mulut
warnanya merata kemerahan (pink), tidak ada luka. Air liur cukup membasahi
rongga mulut. Lidah warna kemerahan merata, tidak ada luka dan dapat bergerak
bebas. Adanya keropengdi bagian bibir, air liur berlebih atau perubahan warna
selaput lendir (merah, kekuningan atau pucat) menunjukkan hewan sakit. Hidung,Tampak luar agak lembab cenderung basah. Tidak ada luka, kotoran, leleran atau
sumbatan. Pencet bagian hidung, apabila keluar cairan berarti terjadi peradangan
pada hidung. Cairan hidung bisa bening, keputihan, kehijauan, kemerahan,
kehitaman atau kekuningan. Kulit dan bulu, bulu teratur, bersih, rapi, dan
mengkilat. Kulit mulus, tidak ada luka dan keropeng. Bulu kusam tampak kering
dan acak-acakan menunjukkan hewan kurang sehat. Kelenjar getah bening,
kelenjar getah bening yang mudah diamati adalah yang berada di daerah bawah
telinga, daerah ketiak dan selangkangan kiri dan kanan. Apabila ada peradangan
8/10/2019 Ante Mortem & Post Mortem, RPH & RPU.
7/18
kemudian membengkak tanpa diraba akan terlihat jelas pembesaran di daerah
dimana kelenjar getah bening berada. Daerah anus, bersih tanpa ada kotoran,
darah dan luka. Apabila hewan diare, kotoran akan menempel pada daerah sekitar
anus (Hayati dan Choliq, 2009).
Berikut ini adalah Keputusan-keputusan pemeriksaan antermortem menurut
surat Keputusan Mentri Pertanian No.413/Kpts.TN.310/7/92:
1. Hewan potong diijinkan dipotong tanpa syarat, apabila dalam pemeriksaan
antermortem ternyata hewan potong tersebut sehat.
2. Hewan potong diijinkan untuk dipotong dengan syarat, apabila dalam
pemeriksaan antermortem ternyata bahwa hewan potong tersebut menderita
atau menunjukan gejala penyakit; Corysa gangraenosa bovum, Haemorhagi
septicaemia, Piroplasmosis, Surra, Influesa equorum, Arthritis, Hernia,
Fraktura, Abces, Epithelimia, Actinomycosis, Etinobasilosis, Mastitis,
Septichemia, Cachexia, Oedema,dan Tubercullosis, Brucellosis.
3. Ditunda untuk dipotong, pada keadaan-keadaan :
a. Hewan yang lelah
b. Pemeriksaan belum yakin, bahwa hewan yang bersangkutan adalah
sehat oleh karenanya harus selalu dibawah pengawasan dan pemeriksaan.
4. Hewan potong ditolak untuk disembelih dan kemudian dimusnakan menurut
ketentuan yang berlaku di RPH atau tempat potong yang lain. Apabila dalam
pemeriksaan antermortem ternyata bahwa hewan potong tersebut menderita
atau menunjukan gejala penyakit: Malleus, Anemia contagionis equorum,
Rabies, Pleuro pnemonia contagiosa bovum, Morbus maculosus equorum,
Rinderpest, Variola ovine, Pespis bovina, Blue tongue akut, Tetanus, Radang paha gangraena emphysematoma, Busung gawat, Sacharomicosis akut dan
kronis, Mycotoxicosis, Colibacillosi, Apthae epizotic, Botulismis, Listeriosid,
dan toxsoplasmosis akut.
Tujuan dilakukannya pemeriksaan antemortem ini adalah untuk
membedakan hewan yang berpenyakit menular, hewan yang berpenyakit
tidak menular dan hewan yang sehat. Pemeriksaan antemortem dilakukan
dekat sebelum hewan dipotong. Apabila seekor hewan yang sudah diperiksa
8/10/2019 Ante Mortem & Post Mortem, RPH & RPU.
8/18
tetapi tidak segera dipotong hingga lebih dari 24 jam, maka hewan tersebut
harus diperiksa kembali.
Pemeriksaan antemortem dilakukan pada waktu hewan dalam keadaan
berdiri dan berjalan, berbelok ke kanan dan ke kiri. Keseluruhan pemeriksaan
harus berjalan cepat agar aliran hewan dari kandang ke ruang pemotongan
tidak terhambat. Pemeriksaan antemortem meliputi keadaan umum hewan,
lubang-lubang tubuh hewan, temperatur tubuh hewan, pernafasan dan
selaput-selaput lendir.
2.2 Pemeriksaan Post Mortem
Setelah hewan dipotong (disembelih) dilakukan pemeriksaan postmortem
dengan teliti pada bagian-bagian sebagai berikut: Karkas, Karkas sehat tampak
kompak dengan warna merah merata dan lembab. Bentuk-bentuk kelainan yang
sering dijumpai bercak-bercak pendarahan, lebam-lebam dan berair. Paru-paru,
paru-paru sehat berwarna pink, jika diremas terasa empuk dan teraba gelembung
udara, tidak lengket dengan bagian tubuh lain, tidak bengkak dengan kondisi tepi-
tepi yang tajam. Ditemukan benjolan-benjolan kecil pada paru-paru atau terlihat
adanya benjolan-benjolan keputihan (tuberkel) patut diwaspadai adanya kumantubercollosis. Jantung, ujung jantung terkesan agak lancip, bagian luarnya mulus
tanpa ada bercak-bercak perdarahan. Jantung dibelah untuk mengetahui kondisi
bagian dalamnya.
Hati warna merah agak gelap secara merata dengan kantong empedu yang
relative kecil. Konsistensi kenyal dengan tepi-tepi yang cenderung tajam.
Kelainan yang sering ditemui adalah adanya cacing hati (Fasciola hepatica atau
Fasciola gigantica pada sapi). Limpa, ukuran limpa lebih kecil daripada ukuranhati, dengan warna merah keunguan. Pada penderita anthrax keadaan limpa
membengkak hebat. Ginjal, kedua ginjal tampak luar keadaannya mulus dengan
bentuk dan ukuran relatif semetris. Adanya benjolan, bercak-bercak
pendarahan, pembengkakan atau perubahan warna merupakan kelainan pada
ginjal. Lambung dan usus bagian luar dan bagian dalam tampak mulus. Lekukan-
lekukan bagian dalamnya teratur rapi. Penggantung usus dan lambung bersih
Tidak ditemukan benda-benda asing yang menempel atau bentukan-bentukan
8/10/2019 Ante Mortem & Post Mortem, RPH & RPU.
9/18
aneh pada kedua sisi lambung dan usus. Pada lambung kambing sering dijumpai
adanya cacing yang menempel kuat berwarna kemerahan (Soedarto, 2003).
Keputusan pemeriksaan postmortem adalah
1. Dapat diedarkan untuk konsumsi yaitu :
a. Daging dari hewan potong yang tidak menderita suatu penyakit
b. Daging dari hewan potong yang mederita penyakit arthritis, hernia,
fraktura, abses, epithelimia, actinomycosis, actinobacillosis dan mastitis
serta penyakit lain yang bersifat lokal setelah bagian-bagian yang tidak
layak untuk konsumsi manusia dibuang.
2. Dapat diedarkan untuk konsumsi dengan syarat sebelum peredaran yaitu
daging yang merupakan bagian dari hewan potong penderita, Surat Keputusan
Menteri Pertanian 413/Kpts/TN/310/7/1992, misalnya:
Trichinellosis ringan : dagingnya dimasak
Cysticercosis ringan : dagingnya dimasak
Morbus Aujezki : sterilisasi
Brucellosis : dilayukan sekurangnya 24 jam
Tubercullosis : direbus
3. Dapat diedarkan untuk konsumsi dengan syarat selama peredaran adalah
daging yang warna, konsistensi dan baunya tidak normal, septichaemia,
cachexia, hydrops dan oedema, yang penjualannya dilakukan di rumah
pemotongan hewan atau tempat pemotongan hewan atau tempat penjualan lain
yang ditunjuk dan di bawah pengawasan petugas pemeriksa yang berwenang
setelah bagian-bagian yang tidak layak dikonsumsi manusia dibuang.
4. Dilarang diedarkan dan dikonsumsi adalah daging yang berbahaya bagi
konsumsi manusia karena berasal dari hewan potong yang mengandung
penyakit, misalnya ingus jahat (malleus), anemia contagiosa equorum, rabies,
pleuro pneumonia contagiosa bovum, morbus maculosus equorum, rinderpest,
variola ovine, pestis bovina, blue tongue akut, anthraks, tetanus, black leg,
mallignant oedema, sacharomycosis, mycotoxicosis, collibacillosis, aptahe
epizootic, botulismus, listeriosis, toksoplasmosis, tubercullosis yang sifatnya
ekstensif, salmonellosis, cysticercosis dengan infestasi berat, trichinellosis
8/10/2019 Ante Mortem & Post Mortem, RPH & RPU.
10/18
dengan infestasi berat, mengandung residu pestisida, obat, hormon atau bahan
kimia lain yang membahayakan manusia.
Karkas dan organ yang dinyatakan ditolak atau dicurigai, harus segeradipisahkan untuk pemeriksaan lebih lanjut. Petugas pemeriksa mencatat hasil
pemeriksaan, mengarsipkan/mendokumentasi dan melaporkan kepada kepala
RPH, termasuk tindakan-tindakan yang yang dilakukan terhadap karkas yang
ditolak atau dicurigai. Kemudian apabila ditemukan penyakit menular atau
zoonosis pada pemeriksaan post mortem, petugas harus segera mengambil
tindakan yang sesuai dengan prosedur yang ditetapkan.
Hasil keputusan pemeriksaan postmortem oleh petugas pemeriksa
dinyatakan dengan cara memberi tanda atau stempel pada daging yang
bersangkutan dengan menggunakan zat warna yang tidak membahayakan
kesehatan manusia.
2.3 Cap Daging
Daging yang dinyatakan baik diberi cap tanda pernyataan bahwa daging tersebut
baik, dimana bentuk dan ketentuan tanda baik ditetapkan oleh kepala daerah. Tinta cap
daging tidak boleh beracun, campuran tinta yang digunakan adalah alkohol 96% 250
ml, glyserin 87% 500 ml, spiritus 250 ml, dan methyl violet 10 gr. Pemberian cap
dilakukan pada saat daging akan dipasarkan (setelah daging diperiksa terlebih dahulu),
sebanyak 4 tempat pada karkas sapi dan 6 tempat pada karkas babi.
2.4 Pemeriksaan ulang ( Herkeuring )
Pemeriksaan ulang biasanya dilakukan langsung ditempat penjualan daging oleh
petugas dari Dinas, dimana pemeriksaan ulang merupakan pelimpahan wewenang dari
petugas satu ke petugas lain daerah, petugas yang dimaksud ialah dokter hewan.
Sebagai bukti bahwa daging tersebut telah diperiksa ulang, daging tersebut diberi cap
ulang. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengantisipasi adanya pemalsuan daging. Salah
8/10/2019 Ante Mortem & Post Mortem, RPH & RPU.
11/18
satu yang dapat menurunkan mutu daging dan dapat diketahui saat pemeriksaan ulang
ini adalah adanya daging sapi dari sapi yang diglonggong (diberikan minum sebanyak-
banyaknya) sebelum dipotong. Daging yang berasal dari sapi yang diglonggong
menunjukkan ciri-ciri daging tampak pucat, basah dan lebih cepat membusuk.
Daging yang lolos pemeriksaan postmortem dan dinyatakan layak diedarkan
untuk dikonsumsi akan diberi Surat Keterangan Kesehatan Daging (SKKD). Selain itu
daging juga akan diberi cap kelayakan oleh petugas RPH.
2.5 Syarat Lokasi dan Bangunan RPH dan RPU
a. Rumah Pemotongan Hewan (RPH)
Syarat syarat RPH telah diatur juga di dalam SK Menteri Pertanian
Nomor 555/Kpts/TN.240/9/1986. Persyaratan ini dibagi menjadi prasyarat
untuk RPH yang digunakan untuk memotong hewan guna memenuhi
kebutuhan lokal di Kabupaten/Kotamadya Derah Tingkat II, memenuhi
kebutuhan daging antar Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II dalam satu
Propinsi Daerah Tingkat I, memenuhi kebutuhan daging antar Propinsi Daerah
Tingkat I dan memenuhi kebutuhan eksport (Manual Kesmavet, 1993).
Menurut Manual Kesmavet (1993) RPH ini harus memenuhi syarat
yang secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi syarat lokasi,
kelengkapan bangunan, komponen bangunan utama dan kelengkapan RPH:
1. Lokasi RPH.
a) Lokasi RPH di daerah yang tidak menimbulkan gangguan atau
pencemaran lingkungan misalnya di bagian pinggir kota yang tidak
padat penduduknya, dekat aliran sungai atau di bagian terendah kota. b) Lokasi RPH di tempat yang mudah dicapai dengan kendaraan atau
dekat jalan raya (Lestari, 1994; Manual Kesmavet, 1993).
2. Kelengkapan bangunan.
a) Kompleks bangunan RPH harus dipagar untuk memudahkan
penjagaan dan keamanan serta mencegah terlihatnya proses
pemotongan hewan dari luar.
b) Mempunyai bangunan utama RPH.
8/10/2019 Ante Mortem & Post Mortem, RPH & RPU.
12/18
c) Mempunyai kandang hewan untuk istirahat dan pemeriksaan ante
mortem.
d) Mempunyai laboratorium sederhana yang dapat dipergunakan untuk
pemeriksaan kuman dengan pewarnaan cepat, parasit, pH,
pemeriksaan permulaan pembusukan dan kesempurnaan pengeluaran
darah.
e) Mempunyai tempat untuk memperlakukan hewan atau karkas yang
ditolak berupa tempat pembakar atau penguburan.
f) Mempunyai tempat untuk memperlakukan hewan yang ditunda
pemotongannya.
g) Mempunyai bak pengendap pada saluran buangan cairan yang menujuke sungai atau selokan.
h) Mempunyai tempat penampungan sementara buangan padat sebelum
diangkut.
i) Mempunyai ruang administrasi, tempat penyimpan alat, kamar mandi
dan WC.
j) Mempunyai halaman yang dipergunakan sebagai tempat parkir
kendaraaan.3. Komponen bangunan utama.
a) Mempunyai tempat penyembelihan hewan, tempat pengulitan, tempat
pengeluaran jeroan dari rongga perut dan dada, tempat pembagian
karkas, tempat pemeriksaan kesehatan daging.
b) Mempunyai tempat pembersihan dan pencucian jeroan yang terpisah
dari (3.a) dengan air yang cukup.
c)
Berdinding dalam yang kedap air terbuat dari semen, porselin atau bahan yang sejenis setinggi dua meter, sehingga mudah dibersihkan.
d) Berlantai kedap air, landai kearah saluran pembuangan agar air mudah
mengalir, tidak licin dan sedikit kasar.
e) Sudut pertemuan antar dinding dan dinding dengan lantai berbentuk
lengkung.
f) Berventilasi yang cukup untuk menjamin pertukaran udara.
4. Kelengkapan RPH.
8/10/2019 Ante Mortem & Post Mortem, RPH & RPU.
13/18
a) Mempunyai alat-alat yang dipergunakan untuk persiapan sampai
dengan penyelesaian proses pemotongan termasuk alat pengerek dan
penggantung karkas pada waktu pengulitan serta pakaian khusus
untuk tukang sembelih dan pekerja lainnya.
b) Peralatan yang lengkap untuk petugas pemeriksa daging.
c) Persediaan air bersih yang cukup.
d) Alat pemelihara kesehatan.
e) Pekerja yang mempunyai pengetahuan di bidang kesehatan
masyarakat veteriner yang bertanggung jawab terhadap dipenuhinya
syarat-syarat dan prosedur yang berlaku dalam pemotongan hewan
serta penanganan daging.
Untuk RPH bagi pemotongan babi mempunyai syarat tambahan, yaitu:
a) RPH harus ada persediaan air hangat untuk perontokan bulu.
b) Bangunan utama RPH, kandang dan tempat penyimpanan/pembersihan
alat untuk babi harus terpisah dengan jarak yang cukup atau dengan
pagar tembok setinggi paling sedikit 3 meter atau terpisah total dengan
dinding tembok dan terletak di tempat yang lebih rendah dari pada yanguntuk hewan lainnya.
b. Rumah Pemotongan Unggas (RPU)
Pemenuhan kebutuhan daging bagi masyarakat yang semakin
meningkat, tidak dapat diimbangi dengan Rumah Pemotongan Unggas (RPU)
yang ada, sehingga tumbuh usaha -usaha tempat pemotongan ayam dengan
skala usaha rumah tangga yang pada umumnya tidak memenuhi persyaratanhigiene sanitasi. Jumlah RPU skala usaha rumah tangga diberbagai daerah
cenderung meningkat dengan kapasitas pemotongan bervariasi antara 100 -
500 ekor per hari.
Oleh karena itu perlu diketahui persyaratan pembangunan Rumah
Pemotongan Unggas (RPU) sesuai SNI 01.6160-199 sebagai berikut :
1. Persyaratan Lokasi :
8/10/2019 Ante Mortem & Post Mortem, RPH & RPU.
14/18
a) Lokasi RPU tidak bertentangan dengan Rencana Umum Tata Ruang
(RUTR), Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan/ atau Rencana
Bagian Wilayah Kota (RBWK)
b) Tidak berada di bagian kota yang padat penduduknya serta letaknya
lebih rendah dari pemukiman penduduk, tidak menimbulkan
gangguan atau pencemaran lingkungan
c) Tidak berada dekat industri logam dan kimia, tidak berada di daerah
rawan banjir, bebas dari asap, bau, debu dan kontaminan lainnya
d) Memiliki lahan yang datar dan cukup luas untuk pengembangan
RPU
2. Persyaratan Sarana :a) Sarana jalan yang menuju RPU dapat dilalui kendaraan pengangkut
unggas hidup dan daging unggas
b) Sumber air yang cukup ( persediaan air disediakan minimum 25 - 35
liter/ ekor/ hari
c) Sumber tenaga listrik yang cukup
d) Persediaan air yang bertekanan 1,05 kg/cm2 (15 psi) serta fasilitas
air panas dengan suhu minimal 82o
Ce) Tersedia kandang penampungan yang berpelindung
f) Memiliki kendaraan pengangkut daging unggas
3. Persyaratan Bangunan dan Tata Letak :
a) Komplek RPU minimal harus terdiri dari : bangunan utama, tempat
penurunan unggas hidup, kantor administrasi dan kantor Dokter
Hewan, tempat istirahat pegawai, tempat penyimpanan barang
pribadi/ ruang ganti pakaian,kamar mandi dan WC, sarana penanganan limbah, insenerator, tempat parkir, rumah jaga, menara
air, gardu listrik
b) Komplek RPU harus dipagar sedemikian rupa sehingga dapat
mencegah masuknya orang yang tidak berkepentingan dan hewan
lain. Pintu masuk unggas hidup sebaiknya harus terpisah dari pintu
keluar daging unggas.
8/10/2019 Ante Mortem & Post Mortem, RPH & RPU.
15/18
c) Dalam komplek RPU dilengkapi dengan ruang pembekuan cepat,
ruang penyimpanan beku, ruang pengolahan daging unggas,
laboratorium
d) Pembagian ruang bangunan utama RPU terdiri dari :
1) Daerah kotor : i) penurunan, pemeriksaan antemortem dan
penggantungan unggas hidup; ii) pemingsanan; iii)
penyembelihan dan pengeluaran darah; iv) pencelupan ke air
panas; v) pencabutan bulu; vi) pencucian karkas; vii)
pengeluaran jeroan dan pemeriksaan postmartem; viii)
penanganan jeroan
2) Daerah bersih : i) pencucian karkas; ii) pendinginan karkas; iii)seleksi; iv) penimbangan karkas; v) pemotongan karkas; vi)
pemisahan daging dari tulang; vii) pengemasan; viii)
penyimpanan segar
e) Sistem saluran pembuangan limbah cair harus cukup besar dan
didesain agar aliran limbah mengalir dengan lancar, terbuat dari
bahan yang mudah dibersihkan, kedap air, dijaga agar tidak menjadi
sarang tikus. Saluran pembuangan dilengkapi dengan penyaringyang mudah dibersihkan. Di dalam komplek RPU, sistem saluran
pembuangan harus selalu tertutup agar tidak menimbulkan bau. Di
dalam bangunan utama, saluran pembuangan dilengkapi dengan grill
yang mudah dibuka tutup dan terbuat dari bahan yang kuat.
f) Bangunan utama RPU harus memenuhi persyaratan : tata ruang,.
dinding, lantai, langit-langit, pencegahan serangga, ventilasi, pintu,
lampu penerangang) Kantor administrasi dan dokter hewan, tempat istirahat karyawan,
kantin,mushola tempat penyimpanan barang pribadi atau ruang ganti
pakaian, kamar mandi dan WC, sarana pengolah limbah, insenerator
dan rumah jaga harus memenuhi persyaratan
4. Persyaratan Peralatan, seluruh perlengkapan di RPU harus terbuat dari
bahan yang tidak mudah korotif, mudah dibersihkan dan didesinfeksi
serta mudah dirawat. Seperti sarana sistem rel dan alat penggantung
karkas, sarana untuk mencuci tangan,tempat sampah tertutup, pisau
8/10/2019 Ante Mortem & Post Mortem, RPH & RPU.
16/18
penyembelihan, sarana mendisenfeksi ruang dan peralatan, meja tempat
penanganan atau pemrosesan produk, mesin pencabut bulu dan alat
semprot mudah dibersihkan
5. Hygiene Karyawan dan perusahaan, harus sehat dan higienes.
6. Pengawasan Kesehatan masyarakat Veteriner, di RPU harus ada dokter
hewan yang bertanggung jawab terhadap dipenuhinya syarat-syarat dan
prosedur pemotongan unggas.
7. Kendaraan Pengangkut Daging Unggas, Boks pengangkut daging harus
tertutup dan dilengkapi dengan alat pendingin, suhu daging unggas segar
maksimum 4 oC, daging unggas beku -18 oC, dibagian dalam boks
dilengkapi dengan alat penggantung karkas. Perlu memperhatikan
persyaratan ruang pembekuan cepat ( suhu -35 oC), ruang penyimpanan
beku ( suhu -20 oC), ruang pengolahan daging unggas (suhu +15 oC),
semuanya harus dalam keadaan bersih, ruang didesain agar tidak ada
aliran air atau limbah cair lainnya yang masuk ke dalam ruangan ini serta
dilengkapi dengan alat pendingin
8. Laboratorium berdekatan dengan kantor dokter hewan dan memenuhi
persyaratan.
8/10/2019 Ante Mortem & Post Mortem, RPH & RPU.
17/18
BAB III
KESIMPULAN
Pemeriksaan daging adalah untuk menjaga higiene daging dan tujuan dari
higiene daging adalah agar daging yang dihasilkan aman, utuh, sehat, halal (ASUH).
1. Pemeriksaan Ante Mortem
Pemeriksaan antemortem adalah pemeriksaan kesehatan hewan sebelum hewan
dipotong
Tujuan:
Memperoleh hewan yang berada dalam keadaan cukup istirahat Menghindari pemotongan hewan yang sakit (penyakit hewan menular,
zoonosis)
Mencegah kemungkinan terjadinya kontaminasi pada tempat pemotongan,
alat dan pegawai/pekerja
Bahan informasi bagi keperluan pemeriksaan postmortem Mengawasi penyakit-penyakit tertentu yang harus dilaporkan
2. Pemeriksaan postmortem
Pemeriksaan post mortem pemeriksaan setelah pemotongan pada jeroan/visera
(organ dalam rongga dada & perut) dan karkas
Tujuan:
Meneguhkan diagnosa antemortem Mendeteksi dan mengeliminasi kelainan-kelainan pada daging yaitu apakah
daging tersebut aman dan layak dikonsumsi Menjamin pemotongan yang baik dan benar, halal serta higienis Memeriksa kualitas daging
3. Syarat-syarat rumah pemotongan hewan dan usaha pemotongan hewan diatur
dalam SK Menteri Pertanian No. 555/Kpts/TN.240/9/1986. Standar rumah potong
hewan di Indonesia tertuang dalam SNI 01-6159-1999. Menurut Keputusan
Menteri Pertanian No. 555/Kpts/TN/240/9/1986.
8/10/2019 Ante Mortem & Post Mortem, RPH & RPU.
18/18
DAFTAR PUSTAKA
Akoso,T. B., 1991, Manual Untuk Paramedik Kesehatan Hewan, 2ed, Omaf-Cida
Disease Investigasi center.
Anonim, 2006. Standar Naasional Indonesia Sub Sektor Peternakan .
http://www.mailarchive.com/agromania@yahoogroups.com/info.html. Diakses
pada tanggal 20 September 2014.
Anonim, 2009. Rumah Potong Hewan Bagi Kesehatan Masyarakat .
http://www.timorexpress.com/index.php. Diakses pada tanggal 20 September
2014.
Bearden HJ, and JW Fuquay. 1992. Applied Animal Reproduction Third Edition
Prentice Hall . Englewood Cliffs. New Jersey.
Blakely, J. and D. H. Bade, 1992. The Science of Animal Husbandry . Penterjemah: B.
Srigandono. Cet. ke-2. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Hayati dan Choliq, 2009. Ilmu Reproduksi Hewan . PT. Mutiara Sumber Widya. Jakarta.
Koswara, O., 1988. Persyaratan Rumah Pemotongan Hewan dan Veterinary Hygine
Untuk Eksport Produk-produk Peternakan . Makalah Seminar Ternak Potong,
Jakarta.Lestari, P.T.B.A., 1994. Rancang Bangun Rumah Potong Hewan di Indonesia . P. T.
Bina Aneka Lestari, Jakarta.
Manual Kesmavet, 1993. Pedoman Pembinaan Kesmavet . Direktorat Bina Kesehatan
Hewan Direktorat Jendral Peternakan, Departemen Pertanian, Jakarta.
Nuhriawangsa, A. M. P., 1999. Pengantar Ilmu Ternak dalam Pandangan Islam: Suatu
Tinjauan tentang Fiqih Ternak . Program Studi Produksi Ternak, Fakultas
Pertanian, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.Ressang, A. A., 1984 , Pathologi Khusus Veteriner, Fad Project Khusus Investigasi Unit
Bali.
Smith, G. C., G. T. King dan Z. L. Carpenter, 1978. Laboratory Manual for Meat
Science . 2nd ed. American Press, Boston, Massachusetts.
Soedarto. 2003. Zoonosisi Kedokteran . Airlangga press. Surabaya.
Soeparno, 1992. Ilmu dan Teknologi Daging . Cetakan ke-1. Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.
http://www.mailarchive.com/agromania@yahoogroups.com/info.htmlhttp://www.timorexpress.com/index.phphttp://www.timorexpress.com/index.phphttp://www.mailarchive.com/agromania@yahoogroups.com/info.htmlRecommended