View
226
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
1
Universitas Sriwijaya
Analisis Nilai Ekonomi Dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pangan Tak
Terkonsumsi (Food Waste) Pada Kantin Temat Kerja Di Kota Palembang
Abdur Rahman1, Fachrurrozie Sjarkowi2, Riswani3
Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya
Jalan Palembang-Prabumulih Km.32 Indralaya Ogan Ilir 30662
Abstract
The purposes of this research is are (1) Describe the process of food waste in the workplace
canteens in Palembang City (2) Calculate the amount and economic value of food waste in
the workplace canteens (3) Identify the biggest contributors of food waste in the workplace
canteens (4) Analyze the factors that lead food waste in the workplace canteens (5) Describe
how to handle food waste in the workplace canteens. This research was conducted at four
workplace canteens in Palembang City, namely: office canteen of Bulog Regional Division of
Sumsel & Babel, office canteen of Dinas Perkebunan, office canteen of PT. Sri Trang Lingga
Indonesia and office canteen of PT. Telkomsel. The method used in this research was the
survey method by direct interviews using questionnaire. Data collection in this research
focused on quantitative data sourced from primary and secondary data. The results of this
study indicate that the process of food waste at workplace canteen occurred at lunchtime. The
average weight of food waste is 1.357 grams in the form of raw rice or 3.91 grams in the form
of cooked rice per individual per lunch. The amount of economic value wasted on food waste
is 13.2285 IDR (Indonesian Rupiah) per individual per lunch. From a total of 60 respondents,
31 respondents left rice, consisting of 18 female respondents and 13 male respondents. From
234.70 grams of cooked rice left by 31 people, 147.30 grams or 62.76% of the wasted cooked
rice was contributed by female respondents aged 20-26 years. Factors that significantly affect
the amount of food waste (rice) in the workplace canteens in Palembang City is the appetite
of the respondents for the food, the duration of lunch break and the age of respondents. Some
of the solutions that can be used to handle the food waste (rice) that occurs in the workplace
canteens are: prevent or reduce the number of food waste from the source, utilize food waste
as organic fertilizer, provide food waste for livestock or wild animals and utilize it as a
source of energy.
Keyword : Food Waste, Economic value of food waste and Factors that affecting food waste
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar
utama bagi manusia yang harus dipenuhi
setiap saat. Hak untuk memperoleh pangan
merupakan salah satu hak asasi manusia,
sebagaimana tersebut dalam pasal 27 UUD
1945 maupun dalam Deklarasi Roma
(1996). Pertimbangan tersebut mendasari
terbitnya UU No. 7/1996 tentang pangan.
Sebagai kebutuhan dasar dan salah satu hak
asasi manusia, pangan mempunyai arti dan
peran yang sangat penting bagi kehidupan
suatu bangsa. Ketersediaan pangan yang
lebih kecil dibandingkan kebutuhannya
dapat menciptakan ketidak-stabilan
ekonomi. Berbagai gejolak sosial dan
politik dapat juga terjadi jika ketahanan
pangan terganggu. Kondisi pangan yang
kritis ini bahkan dapat membahayakan
stabilitas ekonomi dan stabilitas nasional
(Badan Urusan Logistik, 2012).
Kondisi ketahanan pangan Indonesia
pada saat ini semakin memburuk,
dikarenakan beralih fungsinya lahan
pertanian di Indonesia. Pemerintah
Indonesia seharusnya lebih sensitif terhadap
kondisi ini, bukan hanya permasalahan
2
Universitas Sriwijaya
lahan, seperti yg diposting FAO (Food and
Agriculture Organization), Indonesia
berada di level serius dalam indeks
kelaparan global. Hal ini diprediksi akan
terus memburuk dengan terus bertambahnya
jumlah penduduk di Indonesia. Di masa
depan diprediksi akan terjadi kelangkaan
pangan yang diakibatkan oleh beberapa hal
seperti kerusakan lingkungan, konversi
lahan, tingginya harga bahan bakar fosil,
pemanasan iklim dan lain-lain
(Kompasiana, 2014). Dengan berbagai masalah yang
sedang terjadi terhadap kedaulatan pangan
di Indonesia sudah seharusnya masyarakat
Indonesia sebagai manusia yang arif
memanfaatkan dan tidak menyiasiakan hasil
pertanian yang berhasil dipanen, dijual
apalagi yang telah diolah hingga menjadi
makanan siap saji, karena salah satu isu
pangan yang perlu dipertimbangkan dengan
serius adalah isu food waste. Isu ini
merupakan isu pangan global dan tidak
hanya terjadi di Indonesia.
Food and Agriculture Organization
(FAO) melaporkan bahwa sekitar sepertiga
dari total makanan yang diproduksi untuk
konsumsi, sebesar 1,3 miliar ton per tahun,
hilang atau terbuang. Ini adalah pemborosan
sumber daya dan dapat menyebabkan Gas
Rumah Kaca (GRK) atau lebih dikenal
dengan Greenhouse Gas (GHG) yang
disebabkan oleh industri produksi pangan
dan oleh pengolahan limbah makanan. Perlu
dicatat bahwa biaya ekonomi langsung dari
pemborosan makanan produk pertanian,
termasuk ikan dan seafood, adalah sekitar
US$ 750 miliar yang sama dengan produk
domestik bruto (PDB) negara Swiss. Isu
menegenai food waste ini pun sudah sampai
di World Resources Forum Workshop di
Davos. (Indonesia Center on Sustainable
Consumption and Production at Surya
University, 2014).
Pangan tak terkonsumsi (food waste)
merupakan hilangnya pangan yang terjadi
pada akhir rantai pangan baik dari proses
penjualan hingga konsumsi akhir yang
berhubungan dengan penjual dan perilaku
konsumen. Jadi dapat disimpulkan bahwa
food waste merupakan pangan yang hilang
atau terbuang di bagian rantai pasok dimana
produk makanan tersebut masih dapat
dimakan atau dikonsumsi (Parfitt et al.,
2010).
Penelitian yang membahas tentang
berapa jumlah pangan tak terkonsumsi yang
terbuang sia-sia masih terbilang jarang dan
belum ada penelitian secara khusus tentang
pangan tak terkonsumsi di kantin tempat
kerja, khususnya di Kota Palembang yang
merupakan kota terbesar kedua di Sumatera
setelah Medan, dengan mempertimbangkan
banyaknya angkatan kerja (economically
active) pada tahun 2014 di Provinsi
Sumatera Selatan sebanyak 3.885.674 orang
dimana Kota Palembang merupakan
Ibukota Provinsi Sumatera Selatan (Badan
Pusat Statistik Kota Palembang, 2015).
Jumlah angkatan kerja yang tinggi maka
akan semakin tinggi tingkat konsumsi
pangan sehingga besar peluang tingkat
pangan tak terkonsumsi di setiap kantin
tempat kerja. Penduduk Kota Palembang
tentunya mengkonsumsi makanan pokok
beras yang diolah menjadi nasi. Jadi, dapat
diperkirakan di setiap kantin tempat kerja
setiap harinya mengkonsumsi nasi sebagai
makanan pokok. Maka dari itu, peneliti
akan meneliti lebih lanjut mengenai pangan
tak terkonsumsi (food waste) untuk
mengetahui berapa perkiraan jumlah pangan
tak terkonsumsi dan berapa nilai ekonomi
yang terbuang pada pangan tak terkonsumsi
pada tempat kerja di Kota Palembang agar
dapat menanggulangi permasalahan pangan
yang saat ini sedang mengglobal.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka
permasalahan yang menarik untuk diteliti
adalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah proses terjadinya pangan
tak terkonsumsi (food waste) pada kantin
tempat kerja di Kota Palembang.
3
Universitas Sriwijaya
2. Berapakah jumlah dan nilai ekonomi dari
pangan tak terkonsumsi (food waste)
pada kantin tempat kerja.
3. Siapa sajakah yang menyumbang
besarnya pangan tak terkonsumsi (food
waste) dalam suatu kantin tempat kerja.
4. Faktor-faktor apa sajakah yang
mempengaruhi pangan tak terkonsumsi
(food waste) pada kantin tempat kerja.
5. Bagaimanakah cara menangani pangan
tak terkonsumsi (food waste) pada
kantin tempat kerja.
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang
diuraikan di atas, maka dapat dikemukakan
beberapa tujuan yang ingin dicapai dalam
penelitian ini, yaitu :
1. Mengumpulkan sisa nasi pada kantin
tempat kerja untuk mengetahui jumlah
sisa nasi tersebut dalam satuan gram,
melakukan konversi dari nasi masak ke
beras mentah dengan menggunakan
FDMM (Faktor Dalam Masak Mentah)
(Zetyra, 2012). 2. Melakukan prediksi nilai ekonomi sisa
nasi setelah konversi (dalam bentuk
beras mentah) dalam satuan (Rp/gram)
dengan menggunakan harga beras pada
kantin tempat kerja. 3. Melakukan pengelompokan atau
klasifikasi untuk menggolongkan
responden berdasarkan umur dan jenis
kelamin. 4. Menganalisis faktor-faktor yang
memiliki kemungkinan berpengaruh
terhadap pangan tak terkonsumsi. 5. Menganalisa solusi yang mungkin untuk
mengatasi atau minimal menekan angka
pangan tak-terkonsumsi baik dari hasil
penelitian di lapangan maupun referensi
lain terkait persoalan food waste. Kegunaan dari hasil penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Diharapkan dapat memberikan gambaran
mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku konsumen dalam
mengkonsumsi pangan.
2. Diharapkan dapat memberikan gambaran
mengenai besarnya tingkat pangan tak
terkonsumsi pada kantin tempat kerja di
Kota Palembang.
3. Diharapkan dapat memberikan gambaran
mengenai besarnya nilai ekonomi
pangan tak terkonsumsi pada kantin
tempat kerja di Kota Palembang.
4. Diharapkan dapat memberikan gambaran
mengenai pelaku penyumbang pangan
tak terkonsumsi pada kantin tempat kerja
di Kota Palembang.
5. Diharapkan dapat memberikan informasi
bagi pihak-pihak yang terkait di dalam
pengambilan keputusan yang terbaik
bagi para konsumen, khususnya ditingkat
kantin tempat kerja dan dapat menjadi
bahan acuan bagi penelitian selanjutnya.
BAB 2. KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Model Pendekatan Model pendekatan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah model
pendekatan diagramatis yang dapat dilihat
pada sebagai berikut.
4
Universitas Sriwijaya
Keterangan :
: Mempengaruhi
: Alur kegiatan
Tingkat pemborosan pangan
terutama pada tahap konsumsi sangat tinggi,
bahkan di negara maju sudah mencapai 40
persen dari jumlah kehilangan dan
pemborosan pangan yang terjadi. Untuk
kasus Indonesia, dan mungkin juga berlaku
pada negara lainnya, ada tiga hal yang
menyebabkan mengapa pemborosan
konsumsi pangan terjadi dan cenderung
meningkat. Ketiga hal tersebut adalah : (1)
persoalan mind-set dalam meningkatkan
ketersediaan pangan, (2) persoalan budaya,
dan (3) persoalan kurang sadarnya
masyarakat akan arti pentingnya kehilangan
nilai ekonomi pangan, baik dalam arti
sempit maupun luas (Karyasa dan Achmad,
2016)
Menurut Sumarwan (2011) dalam
Tafarini (2016) : Tingkat pendapatan
masyarakat, selera konsumen, tingkat
pendidikan (tinggi rendahnya pendidikan
masyarakat), jumlah anggota keluarga,
lingkungan tempat tinggal,
budaya/kebiasaan suatu individu sangat
berpengaruh pada prilaku konsumsi
masyarakat. Hal ini disebabkan karena
setiap individu memiliki kebutuhan dan
keinginan yang berbeda. Sehingga faktor-
faktor di atas akan mempengaruhi pola
konsumsi.
Berdasarkan hasil penelitian yang
telah dilakukan oleh Anriany dan Martianto
(2013) rata-rata sisa beras perkapita
pertahun berdasarkan jenis kelamin
cenderung lebih tinggi pada jenis kelamin
wanita dengan angka 2.000
gram/kapita/tahun atau 5,6 gram/kapita/hari
sedangkan pada jenis kelamin pria
cenderung lebih rendah dengan angka 900
gram/kapita/tahun atau 2,4
gram/kapita/hari.
2.2. Hipotesis
Berdasarkan permasalahan yang ada
maka dapat disimpulkan hipotesis penelitian
sebagai berikut:
1. Diduga saluran pemasaran di Kecamatan
Abung Selatan dan Kecamatan Abung
Semuli masih sangat sederhana.
2. Diduga lembaga pemasaran di
Kecamatan Abung Selatan dan
Kecamatan Abung Semuli belum
menjalakan fungsi-fungsi pemasaran
dengan baik.
3. Diduga besarnya biaya pemasaran di
Kecamatan Abung Selatan dan Semuli
yang mengakibatkan rendahnya margin
keuntungan.
2.3. Batasan Operasional
Batasan operasional dalam penelitian ini
adalah :
1. Responden pada penelitian ini adalah
pegawai pada kantor atau perusahaan di
Kota Palembang, Sumatera Selatan.
2. Penelitian dilaksanakan pada empat
kantin tempat kerja baik perusahaan atau
kantor yang berada di kota Palembang
dengan kriteria minimal ada 15
pegawainya yang makan siang pada
kantin tempat kerja pegawai tersebut.
Kantin tempat kerja yang dimaksud
adalah kantin yang disediakan oleh
kantor ataupun perusahan dan berada
pada ruang lingkup lokasi tempat kerja.
3. Konsumsi merupakan kegiatan
menghabiskan nilai guna barang, dalam
hal ini konsumsi yang dimaksud adalah
konsumsi nasi (gr/makan siang).
4. Jumlah konsumsi nasi adalah jumlah
konsumsi per orang dalam 1 kali makan
siang (gr/orang/makan siang).
5. Jumlah pangan tak terkonsumsi adalah
banyaknya nasi per indivdu (responden)
yang tidak habis dikonsumsi di kantin
tempat kerja pada saat makan siang
(gr/individu/makan siang).
6. Nilai ekonomi pangan tak terkonsumsi
adalah nilai pangan tak terkonsumsi yang
dihitung dalam rupiah dengan tetapan
5
Universitas Sriwijaya
harga beras per gram adalah 11,3 rupiah
(Rp/gr).
7. Intensitas pengumpulan data dan
pengambilan sampel pangan tak
terkonsumsi menggunakan data periode
satu kali makan siang atau satu kali
pengambilan (x/makan siang/individu).
8. Faktor-faktor yang mempengaruhi
perilaku konsumen terhadap besarnya
volume pangan tak terkonsumsi di Kota
Palembang adalah pendidikan, durasi
kerja per hari, durasi istirahat makan
siang, pendapatan per bulan, biaya
makan, peraturan perusahaan, kondisi
fisik, usia dan jenis kelamin.
9. Pendidikan adalah lamanya suatu
responden dalam melaksanakan
pendidikan formal (tahun).
10. Durasi kerja per hari adalah lamanya
jam kerja responden dalam satu hari
(jam).
11. Durasi istirahat makan siang adalah
lamanya jam istirahat makan siang
yang dimiliki responden untuk
menghabiskan makan siangnya (jam).
12. Pendapatan per bulan adalah besarnya
gaji yang diterima selama satu bulan
dari perusahaan tersebut (juta
rupiah/bulan).
13. Biaya makan adalah beban atau biaya
makan siang ditanggung oleh
perusahaan atau individu karyawan
(responden) tersebut yang dinyatakan
dalam dummy 0 = beban individu dan
dummy 1 = ditanggung perusahaan.
14. Peraturan Perusahaan adalah ada atau
tidak adanya peraturan yang ditetapkan
oleh perusahaan mengenai pola
konsumsi (tidak menyisakan makanan
atau harus menghabiskan makanan,
dll.) yang dinyatakan dalam dummy 0
= Tidak ada dan dummy 1 = Ada.
15. Kondisi fisik adalah kondisi kesehatan
dari responden yang dinyatakan dalam
dummy 0 = sakit dan dummy 1= sehat
16. Selera makan adalah kesesuaian antara
selera makan pegawai terhadap lauk
pauk maupun sayur mayur yang
tersedia di kantin tempat kerja pada
hari itu yang dinyatakan dalam dummy
0 = tidak sesuai dan dummy 1 = sesuai.
17. Jenis kelamin adalah jenis kelamin dari
responden yang dinyatakan dalam
dummy 0 = pria dan dummy 1 =
wanita.
18. Usia adalah usia responden yang
menjadi pegawai pada kantor atau
perusahaan tersebut (tahun).
BAB 3. PELAKSANAAN PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan pada
empat kantin tempat kerja yang ada di Kota
Palembang yaitu : kantin Perum Bulog
Divisi Regional Sumsel & Babel, kantin
Dinas Perkebunan, kantin PT. Sri Trang
Lingga Indonesia dan kantin PT.
Telkomsel. Alasan memilih 4 kantin
tersebut : 1. Mewakili kantin tempat kerja di
Kota Palembang baik perusahaan swasta
maupun instansi pemerintah, 2. Mewakili
kantin tempat kerja yang biaya makannya
ditanggung oleh perusahaan atau instansi
tempat pegawai (calon responden) bekerja
dan juga kantin yang biaya makannya
ditanggung oleh pegawai secara pribadi, 3.
Melihat kepedulian pegawai yang bekerja
pada instansi pemerintah yang bergerak di
bidang pangan terhadap sisa pangan (food
waste) seperti : Perum Bulog Divisi
Regional Sumsel & Babel dan Dinas
Perkebunan, 4. Mempertimbangkan tingkat
kesulitan dalam perizinan untuk melakukan
penelitian mengingat tidak semua
perusahaan atau instansi mengizinkan
kantinnya sebagai objek penelitian,
terutama penelitian mengenai sisa pangan
(food waste) yang masih jarang atau bahkan
belum pernah dilakukan pada kantin tempat
kerja manapun di Kota Palembang.
3.2. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode survei. Metode
survei merupakan cara pengumpulan data
melalui permintaan keterangan kepada
6
Universitas Sriwijaya
pihak tertentu dengan menggunakan daftar
pertanyaan yang diajukan kepada
narasumber yang diinginkan. Metode ini
dilakukan secara langsung ke lokasi
penelitian dan melakukan wawancara
kepada pegawai yang makan siang pada
kantin Perum Bulog Divisi Regional
Sumsel & Babel, kantin Dinas Perkebunan,
kantin PT. Sri Trang Lingga Indonesia dan
kantin PT. Telkomsel. Wawancara yang
dilakukan menggunakan daftar pertanyaan
atau sistematis yang sama kepada sampel
yang kemudian dicatat, diolah dan
dianalisis.
3.3. Metode Penarikan Contoh
Metode penarikan contoh yang digunakan
untuk memilih sampel dalam penelitian ini
adalah metode acak sederhana (Simple
Random Sampling), metode penarikan dari
sebuah populasi atau semesta dengan cara
tertentu sehingga setiap anggota populasi
atau semesta tadi memiliki peluang yang
sama untuk terpilih atau terambil
(Kerlinger, 2006). Pada teknik sampling ini
peneliti memberikan tanda secara acak pada
15 kursi yang diduduki oleh responden
sebelum para pegawai makan siang.
Sehingga dalam teknik sampling ini setiap
pegawai mempunyai peluang yang sama
untuk menjadi responden tanpa ada
keberpihakan dari peneliti. Peneliti
mengambil responden yang telah selesai
makan siang pada jam istirahat pada saat itu
juga di empat kantin tempat kerja tersebut.
Metode simple random sampling ini
digunakan pada kantin Perum Bulog Divisi
Regional Sumsel & Babel, kantin Dinas
Perkebunan, kantin PT. Sri Trang Lingga
Indonesia dan kantin PT. Telkomsel,
masing-masing jumlah responden sebanyak
15 orang/kantin perusahaan dengan total
responden sebanyak 60 orang.
3.4. Metode Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian
ini meliputi data primer dan data sekunder.
Data primer diperoleh melalui wawancara
dengan responden yaitu pegawai atau
karyawan kantor ataupun perusahaan yang
makan siang pada kantin Perum Bulog
Divisi Regional Sumatera Selatan &
Bangka Belitung, kantin Dinas Perkebunan,
kantin PT. Sri Trang Lingga Indonesia dan
kantin PT. Telkomsel. Data yang
dikumpulkan yaitu data karakteristik subjek
(pendidikan, durasi kerja per hari, durasi
istirahat makan siang, pendapatan per
bulan, harga makanan, peraturan
perusahaan, kondisi fisik, selera makan,
usia dan jenis kelamin dikumpulkan dengan
self-administrated questionnaire) dan
tingkat pangan tak terkonsumsi (melihat
sisa nasi) yang dilakukan dengan metode
food weighing (penimbangan langsung)
terhadap sisa konsumsi subyek
menggunakan timbangan digital
berkapasitas 5 kg dengan ketelitian 0,1 g.
Sedangkan data sekunder diperoleh dari
instansi-instansi terkait seperti Badan Pusat
Statistik, Food Agriculture Organization
(FAO) dan lain sebagainya serta diperoleh
dari literatur-literatur seperti buku, artikel
internasional, blog, jurnal, dan sumber data
lainnya yang menunjang penelitian ini.
3.5. Metode Pengolahan Data
Data dan informasi yang diperoleh di
lapangan kemudian diolah sesuai dengan
tujuan. Untuk menjawab tujuan pertama
dari penelitian ini, yaitu mendeskripsikan
proses terjadinya pangan tak terkonsumsi
(food waste) pada kantin tempat kerja di
Kota Palembang dilakukan dengan
wawancara secara langsung kepada subjek
penelitian menggunakan beberapa
pertanyaan. Kemudian dijelaskan secara
deskriptif bagaimana dapat terjadi food
waste dan alasan terjadinya food waste.
Seakan diperoleh hasil, maka dijelaskan
secara deskriptif mengenai proses
pembuangan pangan sisa konsumsi.
Untuk menjawab tujuan kedua yaitu,
menghitung jumlah dan nilai ekonomi
pangan tak terkonsumsi (food waste) pada
kantin tempat kerja di Kota Palembang
7
Universitas Sriwijaya
dengan cara mengumpulkan sisa nasi yang
dipisahkan dari sisa makanan lain (lauk
pauk dan sayuran), dimasukkan kedalam
kemasan plastik terpisah setiap objek, diberi
label, lalu ditimbang menggunakan
timbangan makanan digital dengan tingkat
ketelitian 0,1 gram. Sisa nasi yang
ditimbang masih merupakan berat masak.
Menurut Anriany dan Martianto (2013)
pada metode penimbangan sisa makanan,
sisa nasi per individu (responden)
dipisahkan dari sisa makanan lain, lalu
ditimbang. Sisa nasi yang ditimbang masih
merupakan berat basah, untuk mengetahui
kehilangan nasi maka berat masak perlu
dikonversi dalam berat mentah dengan
menggunakan Faktor Dalam Masak Mentah
(FDMM) untuk nasi tanpa kuah (nasi
kering). Sedangkan faktor koreksi untuk
nasi basah, baik pada nasi basah santan
maupun basah biasa adalah faktor koreksi
dengan hasil penelitian Zetyra (2012) yaitu
0,347 untuk nasi basah biasa dan 0,376
umtuk nasi basah santan. Berikut rumus
yang digunakan : Berat mentah = berat
masak x FDMM Berat mentah = berat
masak x faktor konversi nasi kuah santan
atau nasi kuah bening (Zetyra, 2012)
Untuk menghitung nilai ekonomi sisa
makanan tak terkonsumsi dilakukan dengan
cara mengkalikan harga beras pasar pada
umumnya dengan jumlah sisa makanan
yang akan dikonversikan. Rumus yang
digunakan adalah sebagai berikut: NE =
BSMSK (gram) x H (rupiah/gram)
Keterangan:
NE = Nilai Ekonomi (Rupiah)
BSMSK = Berat Sisa Makanan Setelah
Konversi (gram)
H = Harga Pasar (market price)
beras per gram (Rupiah/gram)
Untuk menjawab tujuan ketiga, yaitu
mengidentifikasi pelaku yang menyumbang
besarnya pangan tak terkonsumsi (food
waste) pada kantin tempat kerja di Kota
Palembang dilakukan dengan
mewawancarai konsumen secara langsung.
Konsumen yang menjadi objek di
kelompokkan berdasarkan jenis kelamin
(laki-laki atau perempuan). Menurut
Tafarini (2016) : objek penelitian
dikelompokkan berdasarkan dan jenis
kelamin, kemudian dihitung persentase
pangan tak terkonsumsi dari kategori jenis
kelamin. Hasil akan disajikan secara
tabulasi dan akan dijelaskan secara
deskriptif dengan menggunakan tabel
sebagai berikut :
Tabel 3.2. Hasil tingkat pangan tak
terkonsumsi berdasarkan jenis kelamin
No. Jenis kelamin
Rata-rata jumlah
pangan tak
terkonsumsi
1. Laki-Laki ....
2. Perempuan ....
Jumlah ....
Pembagian tingkat pangan tak terkonsumsi
akan dikelompokan kedalam tiga kategori
yaitu rendah, sedang, dan tinggi, dalam hal
ini jumlah dan interval kelas dalam setiap
kategori akan ditentukan setelah data
didapatkan dan diolah. Untuk menjawab
tujuan keempat yaitu, menganalisis faktor-
faktor yang mempengaruhi pangan tak
terkonsumsi (food waste) pada kantin
tempat kerja di Kota Palembang adalah
menggunakan analisis regresi linier ganda,
sebagai berikut:
1. Analisis Regresi Linier Ganda Multiple
linier regression (analisis regresi linier
ganda) adalah analisis statistik yang
digunakan untuk mengetahui pengaruh
beberapa variabel bebas (independent)
terhadap variabel terikat (dependent).
Analisis ini digunakan untuk menganalisis
faktor-faktor yang mempengaruhi pangan
tak terkonsumsi. Model multiple linier
regresi adalah:
Y = α + β1 X1 + β2 X2 +……βn Xn + E
Dimana :
α adalah intercept
β adalah slope
E adalah error
8
Universitas Sriwijaya
Dalam analisis ini, yang menjadi variabel
dependen adalah perilaku sisa nasi.
Sedangkan variabel independennya adalah
faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
kosumen. Faktor-faktor tersebut akan
menjadi variabel indipenden (X), maka
persamaan akan menjadi:
Y = α + β1 Pd + β2 DK + β3 DI + β4 Ppb + β5
BM + β6 AP + β7 F + β8 U + β9 SM +β10 G +
E
Dimana:
Y = Sisa Nasi (gr)
α = intercept
βı - β10 = koefisien regresi
Pd = pendidikan karyawan/pegawai sebagai
responden (tahun)
DK = durasi kerja per hari (jam)
DI = durasi istirahat makan siang (jam)
Ppb = pendapatan per bulan (juta/bulan)
BM = biaya makan (d = 0 beban pegawai,
d= 1 ditanggung perusahaan)
AP = peraturan perusahaan (d = 0 tidak ada,
d = 1 ada)
F = kondisi fisik (d = 0 sakit, d = 1 sehat)
U = usia (tahun)
M = Selera Makan (d=0 tidak sesuai, d=1
sesuai)
G = jenis kelamin (d = 0 pria, d = 1 wanita)
E = error
2. Uji-T Selanjutnya dilakukan uji kebernasan nilai
βi dengan menggunakan uji t (T-test). Uji t
merupakan pengujian tingkat signifikan
variabel secara individual dilakukan
dengan:
a. Membandingkan nilai statistik tobservasi
atau t hitung dengan t-tabel (dilihat dari
tabel probabilitas t), atau
b. Dilihat melalui level signifikansi t
yang dihitung oleh program aplikasi.
Jika level signifikansi yang diperoleh
lebih kecil dari level konvensional (yaitu
0,05 atau 5%) maka dapat disimpulkan
bahwa koefisien regresi yang diuji
adalah signifikan.
c. Nilai t hitung dapat diperoleh
melalui rumus:
Maka pengujian dilakukan dengan membuat
hipotesis sebagai berikut:
1. H0 : βi = 0
2. Hı : salah satu dari βi ≠ 0
Kaidah pengambilan keputusan:
1. T-hitung > t-tabel, maka tolak H0
pada taraf nyata α (berpengaruh nyata)
yang berarti faktor penentu berpengaruh
signifikan terhadap pangan tak
terkonsumsi.
2. T-hitung ≤ t-tabel, maka terima H0
pada taraf nyata α (tidak berpengaruh)
yang berarti faktor penentu tidak
berpengaruh signifikan terhadap pangan
tak terkonsumsi.
3. Uji-F Pengujian tingkat signifikan variabel
secara bersama-sama menggunakan uji-F
dilakukan dengan :
a. Merumuskan Hipotesis
H0: Tidak ada pengaruh secara signifikan
antara faktor-faktor yang
mempengaruhi (variabel independen)
secara bersama-sama terhadap pangan
tak terkonsumsi.
Ha: Ada secara signifikan antara
faktorfaktor yang mempengaruhi
(variabel independen) secara bersama-
sama terhadap pangan tak
terkonsumsi.
b. Menentukan tingkat signifikansi
Tingkat signifikansi menggunakan α =
5% (signifikansi 5% atau 0,05 adalah
ukuran standar yang sering digunakan
dalam
penelitian)
c. Menentukan nilai F hitung dengan
rumus:
Dimana:
R² adalah koefisien regresi
9
Universitas Sriwijaya
n adalah jumlah sampel
k adalah jumlah variabel indipenden
d. Menentukan F tabel
Dengan menggunakan tingkat
keyakinan 95%, α=5%, df 1 (jumlah
variabel–1) = 10-1=9, dan df 2 (n-k-1) atau
31-10 - 1 = 20 (n adalah jumlah kasus dan
k adalah jumlah variabel independen).
e. Kaidah Keputusan
F hitung ≤ F tabel, maka terima Ho yang
berarti Tidak ada pengaruh secara
signifikan antara faktor-faktor yang
mempengaruhi (variabel independen) secara
bersama-sama terhadap pangan tak
terkonsumsi.
F hitung > F tabel, maka tolak Ho
yang berarti Ada pengaruh secara signifikan
antara faktor-faktor yang mempengaruhi
(variabel independen) secara bersama-sama
terhadap pangan tak terkonsumsi.
Untuk menjawab tujuan kelima
yaitu, mempelajari cara menangani pangan
tak terkonsumsi (food waste) pada kantin
tempat kerja di Kota Palembang adalah
setelah memperoleh permasalahan akibat
adanya pangan tak terkonsumsi, maka akan
dijelaskan secara deskriptif mengenai
penanganan pangan tak terkonsumsi yang
tidak habis. Beberapa cara yang digunakan
adalah dengan mengidentifikasi hasil
analisis regresi maupun hasil analisis
crosstabs yang akan dilakukan pada tujuan
keempat ataupun menganalisis metode dari
penelitian sebelumnya yang membahas
mengenai solusi food waste baik dari jurnal
nasional ataupun internasional.
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Proses Terjadinya Pangan Tak
Terkonsumsi
Makanan yang umumnya
dikonsumsi oleh pegawai adalah nasi putih
sebagai makanan pokok ditambah dengan
lauk pauk seperti daging ikan atau ayam,
tahu, tempe dan sayur. Namun sebagian
lainnya tidak menggunakan sayur bening
sesuai dengan selera masing-masing
pegawai. Makanan yang paling sering
disisakan adalah makanan pokok yaitu nasi.
Hal ini sering terjadi apabila menu makanan
yang tersedia pada kantin tersebut tidak
sesuai dengan selera karyawan. Selera
merupakan faktor yang paling berpengaruh
terhadap sisa pangan tak terkonsumsi. Sisa
makanan yang terjadi cukup bervariasi
namun dari 60 orang responden hanya 31
responden yang menyisakan nasi. Jumlah
tersebut adalah lebih dari 50% dari jumlah
responden. Sisa makanan pada umumnya
akan dibuang. Hal yang berbeda ditemukan
pada kantin Dinas Perkebunan.
4.2. Jumlah dan Nilai Pangan Tak
Terkonsumsi
4.2.1 Jumlah Pangan Tak Terkonsumsi Jumlah sisa nasi yang ditemukan
tempat kerja tersebut adalah 234,70 gram.
Hasil pada keempat kantin tersebut
merupakan kombinasi sisa nasi responden
berjenis kelamin pria dan wanita. Total sisa
nasi pria adalah 84,60 gram dengan jumlah
responden pria sebanyak 41 orang. Total
sisa nasi wanita adalah 150,10 gram dengan
jumlah responden wanita sebanyak 19
orang. Dari total 60 responden terdapat 31
orang responden yang menyisakan nasinya
sedangkan 29 orang lainnya menghabiskan
nasinya. Lebih dari separuh responden
menyisakan nasinya atau 51,67% lebih
tepatnya. 31 orang yang menyisakan 234,70
gram nasi yang terdiri dari 18 orang
responden berjenis kelamin perempuan dan
13 responden berjenis kelamin orang pria.
4.2.2 Nilai Pangan Tak Terkonsumsi Jumlah responden yang tidak
menyisakan nasi adalah sebanyak 29 orang
sedangkan 31 orang responden lainnya
menyisakan nasi dalam bentuk yang
bervariasi mulai dari 0,8 gram hingga 33,8
gram per individu. Demikian untuk
perhitungan nilai ekonomi akan tetap
menggunakan total responden yaitu
sebanyak 60 orang untuk mencari rata-rata
sisa nasi per individu. Harga beras yang
digunakan pada perhitungan nilai ekonomi
10
Universitas Sriwijaya
sesuai dengan merk beras yang digunakan
oleh kantin tempat kerja tersebut. Kantin
Dinas Perkebunan dan kantin BULOG
menggunakan beras merk topi koki seharga
Rp 181.000,00 per 20 kg (Rp 9,05 per
gram). Kantin Telkomsel menggunakan
beras merk Ikan Patin dengan harga Rp
105.000,00 per 10 kg (Rp 10,5 per kg).
Maka rata-rata harga beras per gram yang
digunakan adalah Rp 9,775 per gram,
perhitungan nilai ekonomi total (NE Total)
sisa nasi adalah sebagai berikut :
NE Total= Sisa nasi x Faktor Zetyra (0,347)
x harga beras per gram
NE Total= 234,70 gr x 0,347 x Rp. 9,775/gr
= 81,198 gr beras mentah x Rp. 9,775 /gr
= Rp 793,71045/60 orang
Nilai ekonomi total (NE Total)
adalah sebesar Rp 793.710,45 merupakan
nilai ekonomi yang terbuang dari 60 sampel
yang menjadi responden pada penelitian
kali ini, sedangkan nilai per orangnya
adalah sebagai berikut :
NE per individu
= NE Total/60 orang
= Rp 793,710/60 orang
=Rp 13,2285/orang/makan siang
Prediksi kerugian nilai ekonomi tersebut
dapat berubah sesuai dengan perubahan
harga beras mentah di pasar, namun pada
hakikatnya menyisakan nasi yang layak
untuk dikonsumsi bukan merupakan hal
yang bijak untuk dilakukan.
4.3. Penyumbang Pangan Tak
Terkonsumsi Terbanyak Penyumbang pangan tak
terkonsumsi akan lebih mudah
teridentifikasi apabila data responden
dikelompokan kedalam kelompok yang
lebih kecil. Pada Tabel 4.5 dilakukan
pemisahan antar responden dengan
melakukan pengelompokan untuk melihat
responden pada kisaran umur berapa
dengan jenis kelamin apa yang paling
banyak menyisakan nasi.
Tabel 4.5 Jumlah responden berdasarkan
jenis kelamin dan umur
Pada Tabel 4.5 dilakukan pemisahan
berdasarkan umur dan jenis kelamin
sehingga data dapat dianalisis secara lebih
mendetail. Pemisahan pertama dilakukan
berdasarkan jenis kelamin untuk
mengetahui jenis kelamin mana yang
menyisakan nasi lebih banyak. Pemisahan
kedua dilakukan berdasarkan umur
responden. Pemisahan berdasarkan umur
dilakukan agar dapat mencari tahu pada
umur berapa rata-rata pegawai menyisakan
nasi. Jarak interval kelas pada saat
memisahkan umur memang tidak sama
karena pemisahan kelas umur menggunakan
jumlah responden sehingga setiap kelas
umur mendapati jumlah responden yang
hampir sama (15 dan 16 orang).
Tabel 4.6 Jumlah sisa nasi
berdasarkan jenis kelamin dan umur
Jumlah responden yang menyisakan
nasi adalah sebanyak 31 orang, 13 orang
diantaranya berjenis kelamin pria dan 18
orang berjenis kelamin wanita. Ditinjau dari
sudut pandang umur, sebanyak 15
responden berasal dari umur 20-26 tahun
dan 16 responden berumur 27-57 tahun,
namun hal tersebut tidak berarti bahwa
responden dengan umur yang lebih tua
menyisakan nasi lebih banyak karena tabel
tersebut menampilkan data berdasarkan
jumlah orang bukan berdasarkan jumlah
11
Universitas Sriwijaya
sisa nasi dalam satuan gram (gr). Tabel 4.5
merupakan tabel yang menampilkan data
mengenai sia nasi dalam satuan (gr)
berdasarkan jenis kelamin dan umur
sehingga dapat dianalisis persentase
penyumbang nasi terbanyak pada
masingmasing kelas dan umur.
Tabel 4.7 Persentase sisa nasi
berdasarkan jenis kelamin dan umur
Tabel 4.7 menunjukan jumlah sisa
nasi dengan menggunakan bentuk tabel
yang sama dengan Tabel 4.5 agar dapat
melihat dengan jelas kelas jenis kelamin
dan umur penyumbang nasi terbanyak.
Berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat
bahwa 24,20% sisa nasi disumbangkan oleh
responden berjenis kelamin pria sedangkan
penyumbang sisa nasi terbanyak dengan
angka persentase sebesar 75,80% adalah
responden berjenis kelamin wanita.
Berdasarkan umur, 68,21% sisa nasi berasal
dari umur 20-26 tahun, sedangkan umur
2757 tahun menyisakan nasi sebanyak
31,79%. Pada bagian ini dapat disimpulkan
baik dari segi jumlah responden (orang)
ataupun dari jumlah sisa nasi (gr),
responden berjenis kelamin perempuan
dengan umur 20-26 tahun merupakan
responden yang menyumbangkan sisa nasi
terbanyak.
4.4 Perbandingan Sisa Nasi Pria dan Sisa
Nasi Wanita
Tabel 4.8 Perbandingan Antara Sisa Nasi
Pria dan Sisa Nasi Wanita
Sumber : Hasil Analisis data primer, Tahun
2017
Pada penelitian kali ini diambil sampel
sebanyak 60 responden dengan komposisi
perbandingan pria dan wanita yang tidak
seimbang. Jumlah responden pria dan
wanita yang tidak seimbang. Jumlah
responden pria pada penelitian kali ini
adalah 41 orang dan jumlah responden
wanita sebanyak 19 orang. Hal ini terjadi
disebabkan karena metode pengambilan
sampel yang digunakan adalah metode acak
sederhana (simple random sampling)
sehingga terjadi ketidakseimbangan antara
sampel dengan jenis kelamin pria maupun
wanita. Total pangan tak terkonsumsi yang
didapatkan dari 41 orang sampel berjenis
kelamin pria adalah 84,60 gram sedangkan
total pangan tak terkonsumsi yang
didapatkan dari sampel berjenis kelamin
wanita adalah 150,10 gram. Dengan data
tersebut kita dapat menyimpulkan
berdasarkan jenis kelamin rata-rata pangan
tak terkonsumsi dari responden tersebut
adalah sebagai berikut :
Rata - rata Sisa Nasi Pria
= 84,60 gram / 41 orang
= 2,06 gram
Rata - rata Sisa Nasi Wanita
= 150,10 gram / 19 orang
= 7,90 gram
4.5 Analisis Faktor-faktor Penyebab
Pangan Tak Terkonsumsi Faktor-faktor yang mempengaruhi pangan
tak terkonsumsi dianalisis menggunakan
model regresi linear berganda. Hasil analisis
data disajikan secara rinci pada Lampiran 2
dan intisarinya disajikan pada Tabel 4.9.
12
Universitas Sriwijaya
Berdasarkan Tabel 4.9, nilai uji F dapat
dilihat dari F statistik (F hitung) yang
diperoleh yaitu sebesar 13,521 yang lebih
besar dari F tabel (2,25) sehingga H0
ditolak. Artinya secara bersama-sama
variabel bebas yaitu pendidikan, durasi
kerja per hari, durasi istirahat makan siang,
pendapatan per bulan, biaya makan, selera
makan dan jenis kelamin dalam model
berpengaruh nyata terhadap variabel terikat
yaitu sisa nasi (gr) atau pangan tak
terkonsumsi.
Hasil estimasi yang telah disajikan
pada Tabel 4.13 menjelaskan bahwa
koefisien determinasi (R²) cukup tinggi
yaitu sebesar 83,10 persen dan termasuk
hubungan korelasi sangat kuat. Hal ini juga
didukung dengan nilai koefisien determinasi
(adjusted R square) sebesar 77,0 persen.
Artinya sebesar 83,10 persen jumlah pangan
tak terkonsumsi pada kantin tempat kerja
dapat dijelaskan oleh faktor-faktor
pendidikan, durasi kerja per hari, durasi
istirahat makan siang, pendapatan per
bulan, biaya makan, selera makan dan jenis
kelamin. Sedangkan sisanya yaitu 16,90
persen dijelaskan oleh variabel lain di luar
persamaan.
Untuk melihat signifikan atau
tidaknya pengaruh setiap variabel bebas
terhadap variabel terikatnya dilihat dari uji
t-statistik setiap variabel bebas.
Berdasarkan Tabel 4.9 variabel-variabel
bebas yang berpengaruh secara signifikan
terhadap pangan tak terkonsumsi ada 3
variabel yaitu usia, durasi istirahat, selera
makan berpengaruh secara nyata pada α =
0,05. Sedangkan variabel pendidikan, durasi
kerja per hari, pendapatan per bulan, biaya
makan dan jenis kelamin tidak berpengaruh
secara signifikan (nyata) terhadap pangan
tak terkonsumsi kantin tempat kerja. Pada
hasil pengolahan pada software IBM SPSS
Statistics 22 hanya menampilkan hasil uji 8
variabel dari 10 variabel yang diuji, kedua
variabel yang hilang adalah aturan
perusahaan dan kondisi fisik (kesehatan
karyawan). Hal itu disebabkan karena tidak
ada perusahaan yang menerapkan peraturan
mengenai food waste dan tidak ada
karyawan yang sakit pada saat menjadi
responden. Kondisi tersebut yang
menyebabkan kedua faktor tersebut hilang
dari hasil (output) pengolahan data pada
software IBM SPSS Statistics 22.
Jadi kesimpulan dari uji asumsi
klasik pada model regresi ini adalah untuk
melihat apakah persamaan yang digunakan
baik atau tidak. Berdasarkan hasil uji
multikoleniaritas, uji heteroskedastisitas,
menunjukkan tidak adanya
multikoleniaritas, model persamaan bersifat
homoskedastisitas, dan data menyebar
normal. Artinya, tidak ada hubungan antara
model regresi yang dihasilkan dengan
faktor pengganggu. Sehingga model
persamaan yang dihasilkan dikatakan baik.
Model hasil estimasi regresi faktor-
faktor yang mempengaruhi pangan tak
terkonsumsi pada rumah tangga, sebagai
berikut:
a. Persamaan Pangan Tak Terkonsumsi
(Sisa Nasi)
Sisa Nasi (N) = 38,030 – 1,383 P – 1,178
DK – 7,180 DIM – -0,22 PpB + 4,272 BM
– 9,822 SM + 1,923 JK – 0,238 U
Keterangan:
P adalah Pendidikan
DK adalah Durasi Kerja
DIM adalah Durasi Istirahat Makan Siang
PpB adalah Pendapatan per Bulan
BM adalah Biaya Makan
SM adalah Selera makan
13
Universitas Sriwijaya
JK adalah Jenis kelamin
U adalah Usia
Berdasarkan hasil estimasi Tabel 4.9
menjelaskan bahwa hanya ada dua faktor
yang berpengaruh positif pada penelitian ini
yaitu biaya makan dan jenis kelamin,
sedangkan faktor – faktor yang berpengaruh
negatif ada enam variabel yaitu pendidikan,
durasi kerja, durasi istirahat makan siang,
pendapatan per bulan, selera makan dan
usia. Dari delapan faktor tersebut
menghasilkan R-squared sebesar 83,10 pada
hasil pengolahan data pada software IBM
SPSS Statistics 22, yang berarti delapan
faktor tersebut (baik variabel yang
berdampak positif maupun negatif) telah
mempengaruhi 83,10 % sisa nasi yang
terjadi pada kantin tempat kerja sedangkan
sisanya sebesar 16,90% dipengaruhi oleh
faktor lainnya diluar delapan faktor diatas.
4.5.1. Pendidikan Nilai parameter dugaan pendidikan
dari hasil regresi bernilai negatif yaitu
sebesar -1,383. Hal ini menunjukkan bahwa
variabel pendidikan berpengaruh negatif
sebesar 1,383 terhadap jumlah pangan tak-
terkonsumsi karyawan yang makan di
kantin tempat kerja. Artinya, karyawan
yang memiliki yang memiliki pendidikan
lebih tinggi menyisakan 1,383 gram pangan
tak-terkonsumsi lebih sedikit daripada
karyawan yang memiliki tingkat pendidikan
lebih rendah satu level dibawahnya. Level
yang dimaksud dalam pengkategorian
pendidikan adalah sebagai berikut : 0 =
Tidak Sekolah, 1 = Sekolah Dasar, 2 =
Sekolah Menegah Peratama, 3= Sekolah
Menegah Atas atau sederajat, 4 = Diploma
(baik D1 ataupun D3), 5 = Sarjana Strata 1
(Bachelor), 6 = Sarjana Strata 2 (Magister),
7 = Sarjana Strata 3 (Doktor).
Pendidikan merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi sisa makanan,
namun pendidikan bukan faktor yang cukup
signifikan, hal tersebut juga dapat dilihat
dari tingkat signifikansinya pada Tabel
4.13, dengan angka signifikansi sebesar
0,217 maka variabel pendidikan belum
dianggap signifikan pada α = 0,05. Setelah
dilakukan uji t pada taraf α = 0,05
menunjukkan bahwa nilai t hitung |-1,271|
lebih kecil dari t tabel 2,039, maka
diputuskan untuk terima H0. Hal ini berarti
pendidikan tidak berpengaruh signifikan
terhadap besar pangan tak-terkonsumsi
yang dihasilkan.
4.5.2. Durasi kerja per hari Nilai parameter dugaan durasi kerja
per hari dari hasil regresi bernilai negatif
yaitu sebesar -1,178. Hal ini menunjukkan
bahwa variabel durasi kerja per hari
berpengaruh negatif sebesar 1,178 terhadap
jumlah pangan tak-terkonsumsi karyawan
yang makan di kantin tempat kerja. Artinya,
karyawan yang memilki durasi kerja per
hari satu jam lebih tinggi menyisakan 1,178
gram pangan tak-terkonsumsi lebih sedikit
daripada karyawan yang memiliki tingkat
durasi kerja per hari satu jam lebih sedikit.
Durasi kerja per hari merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi sisa
makanan, namun durasi kerja per hari
adalah faktor jauh dari kategori signifikan,
hal tersebut juga dapat dilihat dari tingkat
signifikansinya pada tabel 4.13, dengan
angka signifikansi sebesar 0,904 maka
variabel durasi kerja per hari belum
dianggap signifikan pada α = 0,05. Setelah
dilakukan uji t pada taraf α = 0,05
menunjukkan bahwa nilai t hitung |-0,122|
lebih kecil dari t tabel 2,039, maka
diputuskan untuk terima H0. Hal ini berarti
durasi kerja per hari tidak berpengaruh
signifikan terhadap besar pangan tak-
terkonsumsi yang dihasilkan.
4.5.3. Durasi istirahat makan siang Nilai parameter dugaan durasi
istirahat makan siang dari hasil regresi
bernilai negatif yaitu sebesar -7,180. Hal ini
menunjukkan bahwa variabel durasi
istirahat makan siang berpengaruh negatif
sebesar 7,180 terhadap jumlah pangan tak-
14
Universitas Sriwijaya
terkonsumsi karyawan yang makan di
kantin tempat kerja. Artinya, karyawan
yang memiliki durasi istirahat makan siang
satu jam lebih banyak menyisakan 7,180
gram pangan tak-terkonsumsi lebih sedikit
daripada karyawan yang memiliki tingkat
durasi istirahat makan siang satu jam lebih
sedikit.
Durasi istirahat makan siang
merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi sisa makanan, durasi
istirahat makan siang adalah salah satu
faktor yang paling signifikan, hal tersebut
juga dapat dilihat dari tingkat
signifikansinya pada tabel 4.13, dengan
angka signifikansi sebesar 0,05 maka
variabel durasi istirahat makan siang
dianggap signifikan pada α = 0,05. Setelah
dilakukan uji t pada taraf α = 0,05
menunjukkan bahwa nilai t hitung |-3,156|
lebih besar dari t tabel 2,039, maka
diputuskan untuk tolak H0. Hal ini berarti
durasi istirahat makan siang berpengaruh
signifikan terhadap besar pangan tak-
terkonsumsi yang dihasilkan.
4.5.4. Pendapatan per bulan Nilai parameter dugaan pendapatan
per bulan dari hasil regresi bernilai negatif
yaitu sebesar -0,22. Hal ini menunjukkan
bahwa variabel pendapatan per bulan
berpengaruh negatif sebesar 0,22 terhadap
jumlah pangan tak-terkonsumsi karyawan
yang makan di kantin tempat kerja. Artinya,
karyawan yang memiliki pendapatan satu
juta rupiah lebih tinggi menyisakan 0,22
gram pangan tak-terkonsumsi lebih sedikit
daripada karyawan yang memiliki tingkat
pendapatan per bulan satu juta rupiah lebih
sedikit.
Pendapatan per bulan merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi sisa
makanan, namun pendapatan per bulan
adalah faktor jauh dari kategori signifikan,
hal tersebut juga dapat dilihat dari tingkat
signifikansinya pada tabel 4.13, dengan
angka signifikansi sebesar 0,950 maka
variabel pendapatan per bulan belum
dianggap signifikan pada α = 0,05. Setelah
dilakukan uji t pada taraf α = 0,05
menunjukkan bahwa nilai t hitung |-0,122|
lebih kecil dari t tabel 2,039, maka
diputuskan untuk terima H0. Hal ini berarti
pendapatan per bulan tidak berpengaruh
signifikan terhadap besar pangan tak-
terkonsumsi yang dihasilkan.
4.5.5. Biaya Makan
Nilai parameter dugaan biaya makan dari
hasil regresi bernilai positif yaitu sebesar
4,272. Hal ini menunjukkan bahwa variabel
biaya makan berpengaruh positif sebesar
4,272 terhadap jumlah pangan tak-
terkonsumsi. Artinya, karyawan yang
makan siangnya disediakan oleh perusahaan
(dummy = 1) menyisakan makanan 4,272
gram lebih banyak dibandingkan karyawan
yang biaya makannya ditanggung oleh
karyawan itu sendiri (dummy = 0).
Biaya makan merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi sisa makanan,
biaya makan adalah salah satu faktor yang
cukup signifikan, hal tersebut juga dapat
dilihat dari tingkat signifikansinya pada
tabel 4.13, dengan angka signifikansi
sebesar 0,091 maka variabel biaya makan
belum dianggap signifikan pada α = 0,05
namun sudah termasuk kategori signifikan
apabila menggunakan α = 0,10. Setelah
dilakukan uji t pada taraf α = 0,05
menunjukkan bahwa nilai t hitung |1,769|
lebih kecil dari t tabel 2,039, maka
diputuskan untuk terima H0. Hal ini berarti
biaya makan tidak berpengaruh signifikan
terhadap besar pangan tak-terkonsumsi
yang dihasilkan.
4.5.6. Selera Makan Nilai parameter dugaan selera
makan dari hasil regresi bernilai negatif
yaitu sebesar -9,822. Hal ini menunjukkan
bahwa variabel suku berpengaruh negatif
sebesar 9,822 terhadap jumlah pangan tak-
terkonsumsi pada kantin tempat kerja.
Artinya, karyawan yang selera makannya
tidak sesuai dengan makanan yang tersedia
15
Universitas Sriwijaya
di kantin tempat kerja pada hari itu (dummy
= 0) menghasilkan 9,822 gram pangan tak-
terkonsumsi lebih banyak daripada
karyawan yang selera makannya sesuai
dengan makanan yang tersedia di kantin
tempat kerja pada hari itu (dummy = 1).
Selera makan merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi sisa makanan,
selera makan adalah faktor yang paling
signifikan, hal tersebut juga dapat dilihat
dari tingkat signifikansinya pada tabel 4.13,
dengan angka signifikansi sebesar 0,000
maka variabel selera makan dianggap
signifikan pada α = 0,05. Setelah dilakukan
uji t pada taraf α = 0,05 menunjukkan
bahwa nilai t hitung |-5,148| lebih besar dari
t tabel 2,039, maka diputuskan untuk tolak
H0. Hal ini berarti selera makan
berpengaruh signifikan terhadap besar
pangan tak-terkonsumsi yang dihasilkan.
4.5.8. Jenis kelamin
Nilai parameter dugaan jenis
kelamin dari hasil regresi bernilai positif
yaitu sebesar 1,923. Hal ini menunjukkan
bahwa variabel jenis kelamin berpengaruh
positif sebesar 1,923 terhadap jumlah
pangan tak-terkonsumsi di kantin tempat
kerja. Artinya, karyawan yang memiliki
jenis kelamin wanita (dummy = 1) lebih
banyak menyisakan makanan sebanyak
1,923 gram dibandingkan karyawan dengan
jenis kelaminnya pria (dummy = 0).
Jenis kelamin merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi sisa makanan,
namun jenis kelamin belum bisa
dikategorikan dalam kategori faktor yang
signifikan, hal tersebut dapat dilihat dari
tingkat signifikansinya pada tabel 4.13,
dengan angka signifikansi sebesar 0,316
maka variabel jenis kelamin belum
dianggap signifikan pada α = 0,05. Setelah
dilakukan uji t pada taraf α = 0,05
menunjukkan bahwa nilai t hitung 1,923
lebih kecil dari t tabel 2,039, maka
diputuskan untuk terima H0. Hal ini berarti
jenis kelamin tidak berpengaruh signifikan
terhadap besar pangan tak-terkonsumsi
yang dihasilkan.
4.5.9. Usia
Nilai parameter dugaan usia dari
hasil regresi pada sampel karyawan atau
pegawai yang makan siang pada kantin
tempat kerja bernilai negatif yaitu sebesar -
0,238. Hal ini menunjukkan bahwa variabel
suku berpengaruh negatif sebesar 0,238
terhadap jumlah pangan tak-terkonsumsi
pada kantin tempat kerja. Artinya,
karyawan yang usianya satu tahun lebih tua
menghasilkan 0,238 gram pangan tak-
terkonsumsi lebih sedikit daripada
karyawan yang usianya satu tahun lebih
muda dari karyawan tersebut.
Usia merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi sisa makanan, usia
adalah salah satu faktor yang paling
signifikan, hal tersebut juga dapat dilihat
dari tingkat signifikansinya pada tabel 4.13,
dengan angka signifikansi sebesar 0,014
maka variabel usia dianggap signifikan
pada α = 0,05. Setelah dilakukan uji t pada
taraf α = 0,05 menunjukkan bahwa nilai t
hitung |-2,679| lebih besar dari t tabel 2,039,
maka diputuskan untuk tolak H0. Hal ini
berarti usia berpengaruh signifikan terhadap
besar pangan tak terkonsumsi yang
dihasilkan.
4.6. Cara Menangani Pangan Tak
Terkonsumsi (Food Waste) pada Kantin
Tempat Kerja
Pada umumnya kantin tempat kerja
akan membuang pangan tak terkonsumsi
tanpa ada upaya untuk memanfaatkan sisa
makanan yang akan dibuang tersebut,
padahal sampah makanan merupakan salah
satu sumber penghasil gas metan yang bisa
berdampak buruk bagi lingkungan. Hal
yang sama terjadi pada sebagian besar
kantin tempat dilaksanakan penelitian,
namun hal yang berbeda ditemukan pada
kantin kerja Dinas Perkebunan, kantin
tersebut mengumpulkan nasi yang tersisa
dan memanfaatkannya sebagai pakan
16
Universitas Sriwijaya
ternak. Pemanfaatan sisa nasi sebagai pakan
ternak merupakan upaya yang sangat baik,
tidak hanya menekan angka gas metan yang
akan berdampak pada pemanasan globa
namun juga menyelematkan nilai ekonomi
yang masih bisa dimanfaatkan.
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan yang telah dilakukan, beberapa
saran yang direkomendasikan sebagai bahan
pertimbangan untuk mengatasi atau
setidaknya dapat meminimalisir jumlah
pangan tak terkonsumsi adalah sebagai
berikut :
1. Sebaiknya tempat kerja (baik perusahaan
swasta maupun instansi pemerintah)
menerapkan aturan kepada setiap
pegawainya agar tidak menyisakan dan
membuang-buang makanan. Salah satu
upaya yang bisa dilakukan karyawan
adalah dengan cara megukur jumlah
ukuran nasi yang akan diambil agar
sesuai dengan jumlah nasi yang sanggup
dihabiskan oleh karyawan tersebut dalam
satu kali makan siang.
2. Memberikan edukasi pada karyawan
mengenai pentingnya efisiensi konsumsi
pangan dan dampak buruk dari food
waste baik tehdap lingkungan maupun
kedaulatan pangan, terutama pada
karyawan dengan umur 26 tahun
kebawah berjenis kelamin perempuan
yang kerap kali menyisakan nasi dengan
alasan “takut gemuk”.
3. Memanfaatkan sisa pangan tak
terkonsumsi sebaik mungkin dengan opsi
sebagai berikut :
- memanfaatkan sisa pangan untuk
diberikan kepada hewan ternak atau
hewan liar agar makanan tersebut
tidak terbuang secara ekonomis
- menggunakan sisa pangan sebagai
bahan dasar pupuk organik
- mengkonversikan ke dalam bentuk
energi lainnya, seperti memanfaatkan
gas metan yang ada pada limbah
makanan sebagai gas yang digunakan
untuk memenuhi bahan bakar alat
dapur (terutama memasak).
Cara terbaik yang dapat dilakukan untuk
menekan jumlah food waste adalah dengan
cara mencegah hal itu terjadi,
mengantisipasi terjadinya food waste
merupakan opsi yang jauh lebih ekonomis
karena tidak membutuhkan waktu dan biaya
tambahan untuk mengelola makanan sisa
makanan tersebut.
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan yang telah dilakukan, dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Proses terjadinya pangan tak
terkonsumsi di kantin tempat kerja
umumnya terjadi pada saat makan siang,
penyebab utama pegawai menyisakan
nasi adalah selera makan, usia dan durasi
istirahat makan siang.
2. Berat rata-rata pangan tak terkonsumsi
(food waste)) nasi dalam beras mentah
adalah 1,357 gram atau 3,91 gram dalam
bentuk nasi masak per individu per
makan siang. Jumlah Nilai Ekonomi
yang terbuang dari pangan tak
terkonsumsi (food waste) pada kantin
kerja ini adalah Rp 13,2285 per individu
per satu kali makan siang.
3. Sebanyak 31 orang responden
menyisakan nasi sedangkan 29 orang
lainnya mengkonsumsi nasi tanpa sisa,
31 orang tersebut terdiri dari 18 orang
responden wanita dan 13 orang
responden pria. Dari 234,70 gram nasi
masak yang disisakan, sebanyak 147,30
gram atau 62,76% sisa nasi
disumbangkan oleh responden wanita
berumur 20-26 tahun.
4. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata
(signifikan) terhadap jumlah pangan tak
terkonsumsi (nasi) pada kantin tempat
kerja di Kota Palembang adalah selera
makan, durasi istirahat makan siang dan
usia.
5. Beberapa cara yang dapat digunakan
untuk menangani pangan tak
terkonsumsi (food waste) yang terjadi
17
Universitas Sriwijaya
pada kantin tempat kerja adalah dengan
mencegah atau menekan angka pangan
tak terkonsumsi dari sumbernya,
memanfaatkan pangan tak terkonsumsi
sebagai pupuk organik, memberikan sisa
pangan untuk hewan ternak atapun
hewan liar dan pemanfaatan sisa pangan
sebagai sumber energi.
5.2. Saran Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan yang telah dilakukan, beberapa
saran yang direkomendasikan sebagai bahan
pertimbangan adalah sebagai berikut: 1. Sebaiknya kantin tempat kerja
menyesuaikan menu makanan di kantin
dengan rata-rata selera makan pegawai dan
menerapkan aturan disiplin mengenai jam makan siang.
2. Memberikan edukasi pada karyawan
mengenai pentingnya efisiensi konsumsi pangan dan dampak buruk dari food waste
baik tehdap lingkungan maupun
kedaulatan pangan, terutama
padakaryawan dengan umur 26 tahun kebawah berjenis kelamin perempuan.
3. Memanfaatkan pangan tak terkonsumsi
sebagai pupuk organik, memberikan sisa pangan untuk hewan ternak atapun hewan
liar dan pemanfaatan sisa pangan sebagai
sumber energi.
DAFTAR PUSTAKA
Anriany, D dan Martianto, D. 2013.
Estimasi Sisa Makanan di Beberapa
Jenis Rumah Makan di Kota Bogor.
Jurnal Gizi dan Pangan. Institut
Pertanian Bogor
Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera
Selatan. 2015. Sumatera Selatan
Dalam Angka 2015. BPS: Sumatera
Selatan
Badan Urusan Logistik. 2012. Pengertian
Ketahanan Pangan. (online).http:
//www.bulog.co.id/ketahananpangan
.php. Diakses pada tanggal 25
Oktober 2016
Indonesia Center on Sustainable
Consumption and Production at
Surya University. 2014. Food for
Thought, Food to Waste. http : //
www.thejakartapost.com / news /
2013 / 11 / 07 / food – thought –
food –waste .html. Diakses pada
tanggal 26 Oktober 2016
Kompasiana, 2014. Kondisi Ketahanan
Pangan Indonesia Saat Ini. (online).
http: // www.kompasiana.com /
akbaranwari / kondisi – ketahanan –
pangan –indonesia – saat –
ini_54f74afda33311e32b8b4567.
Diakses pada tanggal 26 Oktober
2016
Tafarini, M.F. 2016. Analisis Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Tingkat
pangan Tak Terkonsumsi pada
Rumah Tangga di Kota Palembang.
[Skripsi]. Palembang : Universitas
Sriwijaya
Parfitt, J., Barthel, M. & Macnaughton, S.
(2010). Food Waste within Food
Supply Chains: Quantification and
Potential for Change to 2050.
Philosophical transactions of the
Royal Society of London. Series B,
Biological sciences, 365(1554),
3065–81.
Zetyra EIA. 2012. Estimasi Kehilangan
Beras (Sisa Dan Tercecer) Pada
Rumah Tangga Kelompok Ekonomi
Menengah di Kota Bogor. [Skripsi].
Institute Pertanian Bogor, Bogor:
Tidak diterbitkan.
Recommended