an Dan Latihan Olahraga,

Preview:

Citation preview

JURNAL KEDOKTERAN

YARSI 14 (1): 070-077 (2006)

L~r-=--:: r-';nn

~l-nD[

Antioksidan dan latihan olahraga

Antioxidants and physical exerciseHarjantoDepartment of Physiology, AIRLANGGA UNIVERSITY School of Medidne, Surabaya

KEYWORDS

Antioxidants

activity, oxidative stress, perfonnance, recovery, pain

ABSTRACT

The relationship between antioxidants and exercise is complex and reciprocal. Exercise cauld alter the status and activity of antioxidants, on the other hand antioxidants may influence many aspects of oxidative stress emerging during exercise such as the magnitude of radical compound generation, the degree of oxidative stress, performance, recovery process and pain. The impacts of exercise on antioxidant status cauld be modulated by many factors such as modus, intensity, duration, fitness, age, external temperature and the type of antioxidant, as well as organ, bodycompartment and cell. Immobilization may also attenuate antioxidant status. The antioxidant species, time of administration and modus of exercise may influence antioxidant impacts. There is a polarization of idea on the need of antioxidant supplement above RDA. One party supports the idea whereas the other one prefer to wait until more information on the impacts of the longterm-highdose supplement of antioxidants is available. C=C-C*-R)dan radikal sulfur (sulphuT-eentered, thiyl, R-S*).Contoh dari senyawa radikal oksigen adalah superoksida (02*), alkoksil (R-C=C-CO*-R),peroksil (R-C=C-COO*-R, R-S-OO*, HOO*), nitrik oksida (NO*),nitrogen dioksida (N02*)dan hidroksil (HO*). Disamping sebagai senyawa radikal, terdapat pula senyawa oksigen non radikal yang juga reaktif terhadap molekullain yaitu oksigen singlet, hidrogen peroksida (H:z02),hipoklorida (Hoo), peroksinitrit (ONOQ-) dan ozon (0:3). Secara bersama senyawa radikal oksigen dan oksigen non radikal disebut senyawa oksigen reaktif (Symons, 1991; Thomas, 1995;Halliwell & Gutteridge, 1999). Pembenb.lkan senyawa radikal dan oksidan non radikal di dalam tubuh berlangsung melalui berbagai proses. Radikal superoksida terbentuk bila molekul oksigen mengalami reduksi univalen. RedUksi univalen dapat terjadi di hemoglobin, mitokondria dan reaksi yang dikatalisasi oleh enzim sitokrom P-450, NADPH-oksidase dan XCJllthin ksio dase. Nitrik oksida terbentuk dati reaksi perubahan asam amino arginin menjadi sitrulin dengan katalisasi enzim nitrik-oksid-sintase (NOS). Nitrogen dioksida berasal dari gas buangan mesfn, kebakaran atau reaksi nitrik oksida dengan superoksida. Radikal hidroksil dapat terbentuk melalui banyak

Telah diketahui bahwa latihan olahraga merupakan modulator fungsi biologis dengan lingkup pengaruh yang luas. Salah satu pengaruh yang dapat timbul adalah meningkatnya pembentukan senyawa radikal yang dapat diikuti oleh peristiwa stres oksidatif dengan segala akibat negatif yang mungkin terjadi. Unhlk menangkal aktivitas senyawa radikaL tubuh dilengkapi dengan suahl jejaring sistem antioksidan yang kompleks dalam hal jenis, fungsi maupun distribusinya. Hubungan antara antioksidan dan latihan olahraga merupakan hubungan yang luas dan kompleks. Latihan olahraga dapat mempengaruhi mobilisasi, aktivitas maupun kapasitas antioksidan, sebaliknya pemberian antioksidan dapat mempengaruhi derajat stres oksidatif, kinerja, proses pemulihan dan rasa nyeri Makalah ini akan membahas hubungan antara antioksidan dengan latihan olahraga meliputi pengaruh latihan olahraga terhadap status antioksidan tubuh maupun pengaruh antioksidan terhadap derajat stres oksidatif serta berbagai akibat yang ditimbulkannya. SENYAWA RADIKAL DAN STRES OKSIDATIF Senyawa radikal adalah senyawa yang mempunyai elektron tidak berpasangan pada lintasan paling luar. Senyawa radikal bersifat sangat reaktif karena elektron tunggal yang dimiliki berusaha "pindah ke" atau "menarik elektron dati" molekul di sekitamya. Senyawa ini terdiri dati berbagai macam jenis yaitu senyawa radikal oksigen (oxygen-eentered, R-O*), radikal karbon (carbon-centered, carbonyl, R-

Currespondence: Dr Harjanto, dr, AIF. Department of Physiology, School of Medicine, Airlangga Unioersity, Surabaya, {alan Prof Moestopo 47, Surabaya, Te hone: 031-5023621. FacsimiIe: 031-5022472. 7/31

http://www.univpancasila.ac.id

ANTIOKSIDAN

DAN LATlHAN OLAHRAGA

071

reaksi seperti pembelahan homolitik molekul air, reaksi Fenton (hidrogen peroksida dengan ion ferro), reaksi Haber Weiss (hidrogen peroksida dengan superoksida), degradasi ONOOH, reaksi ozon dengan air dan reaksi HOCI dengan ion ferro. Radikal karbon dan sulfur terbentuk bila terjadi abstraksi atom H pada ikatan rantai karbon atau gugusan sulfhidril (-SH).Radikal peroksil timbul bila radikal karbon atau sulfur berikatan dengan oksigen atau radikal superoksida mengalami protonasi. Alkoksil dapat terjadi bila senyawa hidroperoksida (R-OOH) bertemu dengan ion ferro. Oksigen singlet timbul bila molekul oksigen mengalami aktivasi karena menyerap energi dati luar, hidrogen peroksida terbentuk pada peristiwa dismutasi superoksida dan aktivitas lipase di peroksisom, hipoklorida banyak di buat oleh neutrofil dengan katalisasi enzim mieloperoksidase, peroksinitrit timbul melalui reaksi nitrikoksida dengan superoksida, dan ozon dapat berasal dati atmosfer maupun gas buangan mesin (Halliwell & Gutteridge, 1999; Thannickal & Fanburg, 2000). Senyawa radikal bereaksi dengan molekul lain melalui bermacam cara seperti oksidasi (menari.k elektron), reduksi (memberi elektron), abstraksi (menarik atom H), dismutasi (satu molekul mengalami oksidasi, satu lagi mengalami reduksi) dan adisi (menambah atom atau gugusan). Reaksi senyawa radikal dengan molekul lain dapat mengalami penyebaran (propagasi). Peredaman reaksi dapat terjadi bila dua senyawa radikal berikatan atau senyawa radikal bertemu dengan antioksidan (Suryohudoyo, 1993;Halliwell & Gutteridge, 1999). Reaktivitas senyawa radikal dan oksidan non radikal berbeda satu sarna lain. Radikal hidroksil merupakan senyawa yang paling reaktif dan dapat menyerang segala jenis molekul tubuh. Radikal superoksida merupakan senyawa yang tidak begitu reaktif tetapi melalui berbagai reaksi kimia dapat berubah menjadi senyawa lain yang lebih reaktif seperti menjadi radikal hidroksil melalui reaksi Haber Weiss (resi dengan HzOz), menjadi hidroperoksil (HOO*) melalui proses protonasi atau menjadi peroksinitrit melalui reaksi dengan nitrik oksida. Alkoksil, peroksil, nitrogen dioksida dan sulfhidril antara lain dapat mengoksidasi lemak. Disamping mengoksidasi lemak, nitrogen dioksida juga dapat menimbulkan nitrasi pada DNA. Hidrogen peroksida merupakan senyawa yang dapat berdifusi melalui membran sel dan beredar luas, serta dapat membentuk senyawa lain yang lebih reaktif seperti radikal hidroksil (reaksi Fenton & Haber Weiss) dan hipoklorid. Oksigen singlet mudah

bereaksi dengan ikatan rangkap dengan membentuk senyawa hidroperoksida, hipoklorida dapat menimbulkan klorinasi DNA dan ozon dapat menyerang senyawa berikatan rangkap dengan membentuk senyawa ozonida (Suryohudoyo, 1997; Halliwell & . Gutteridge,l999). Untuk menetralisasi aktivitas senyawa radikal, tubuh diIengkapi dengan suatu jaringan sistem antioksidan yang kompleks (Halliwell et al., 1995; Harjanto, 2003-a). Bila karena suatu sebab, sistem antioksidan gagal menetralisasi aktivitas senyawa radikal, maka terjadiIah peristiwa stres oksidatif, yaitu keadaan dimana senyawa radikal atau senyawa oksidan lain menyerang molekul maupun struktur fungsional biologis tubuh. Stres oksidatif dapat mengenai berbagai jenis molekul tubuh seperti lemak, protein, DNA maupun karbohidrat Molekul yang mempunyai ikatan rangkap dan cincin lebih mudah mengalami oksidasi (Suryohudoyo, 1993; Halliwell & Gutteridge, 1999;Williams, 2000). Peristiwa stres oksidatif juga dapat menyebabkan gangguan fungsi pada berbagai komponen sel seperti membran, reseptor, saluran dan pompa ion, gen serta molekul fungsional seperti enzim dan molekul struktural (Kourie, 1998; Halliwell & Gutteridge, 1999). Stres oksidatif yang terjadi secara eksesif dapat menimbulkan jejas seluler, berperan pada berbagai proses patologis seperti keradangan, iskemia reperfusi dan degenerasi, serta diduga terkait dengan timbulnya berbagai jenis penyakit (fjokroprawiro, 1993; Halliwell & Gutteridge, 1999). PEMBENTUKAN SENYAWA RADIKAL DAN STRES OKSIDATIF PADA LATIHAN OLAHRAGA Laporan awal tentang terjadinya peristiwa stres oksidatif pada latihan olahraga disampaikan antara lain oleh Dillard et aI. (1978).Dalam penelitian mereka dikemukakan bahwa latihan olahraga dengan intensitas sebesar 75% VOz-maksmeningkatkan kandungan pentana yaitu suatu senyawa hasil peroksidasi lemak di dalam hawa ekspirasi. Terjadinya peroksidasi lemak pada latihan olahraga dilaporkan antara lain oleh Heunk et aI. (1999)serta Harjanto (2003-b).Disamping menimbulkan peroksidasi pada lemak, latihan olahraga juga dilaporkan dapat menimbulkan stress oksidatif pada protein Oi, 1996; Leeuwenbergh, et al., 1999), DNA (Baskin, et aI., 2000), dan dapat terjadi pada berbagai organ seperti otol, hati, jantung, otak dan usus (Bejma & Ji, 1999; Uu, et aI., 2000;Gisovi, 2000).7/31

http://www.univpancasila.ac.id

072

HARJANTO

Stres oksidatU pada latihan oIahraga diIaporkan dapat menimbulkan dampak sesaat yang luas terhadap berbagai fungsi biologis seperti disintegrasi mitokondria (Venditti, et al., 1999),apoptosis Iimfosit (pedersen & Hoffman-Goetz, 2000), eritrolisis (Duthie, et al., 1990; Harjanto, 2003-b) dan dapat mempengaruhi kinerja olahraga karena dapat menimbulkan rasa nyeri dan kelelahan (Sen, 1995; Clarkson & Thompson, 2000). Dampak jangka panjang belum banyak diungkap tetapi sebagian ahli menduga adanya keterkaitan antara kasus terjadinya penyakit degenerasi pada atiet elit dengan stres oksidatU kronis yang terjadi pada waktu atiet yang bersangkutan aktU melakukan aktivitas olahraga (Cooper, 1994) Jenis senyawa radikaI yang terjadi pada latihan olahraga belum dapat diungkap dengan jelas tetapi diperkirakan meliputi berbagai jenis senyawa. Pada latihan olahraga, aktivitas enzim superoksida dismutase dan katalase otot dapat meningkat (Ti, 1999) tetapi pada eritrosit menurun (Clarkson & Thomson, 2000;Harjanto, 2003-b).Keadaan ini secara tidak langsung memberi petunjuk tentang terjadinya peningkatan pembentukan radikal superoksida dan hidrogen peroksida. Terjadinya oksidasi pada DNA (Ti,19%; Baskin, et al., 2000)juga memberi petunjuk tentang adanya peningkatan radikal hidroksil karena sejauh ini hanya radikaI hidroksil yang dianggap mampu mengoksidasi DNA. Radikal peroksil juga berpeluang terbentuk karena superoksida dapat mengalami protonasi (ikatan dengan ion H+)menjadi HOO*. Peluang ini akan lebih besar pada latihan yang menghasilkan asam laktal Pada penelitian lain dilaporkan bahwa latihan olahraga meningkatkan pembentukan radikaI alkoksil dan alkil (Bailey, et al., 2004). Mekanisme terjadinya peningkatan pembentukan senyawa radikal pada latihan olahraga belum sepenuhnya dapat dijelaskan, tetapi beberapa peristiwa atau proses dapat dihipotesiskan sebagai sumber atau modulator pembentukan senyawa radikal dan senyawa oksidan lain, misalnya peningkatan konsumsi oksigen, peningkatan suhu tubuh, kenaikan kaisium sitosol, mobilisasi dan aktivasi leukosit, keradangan, pergeseran sirkulasi, hipohidrasi, peningkatan sekresi adrenalin serta paparan bahan polutan udara (Sjodin, et. al., 1990;Harjanto, 2003-b). PENGARUH LATIHAN OLAHRAGA SESAAT Sistem antioksidan tubuh merupakan suatu jejaring fungsi yang kompleks, saling interaksi serta melengkapi satu sarna lain. Antioksidan dapat di-

golongkan berdasarkan berbagai macam pendekatan seperti antioksidan enzim dan non-enzim, hidrofilik dan lipofilik, intra-membran, intra dan ekstraseluler, serta antioksidan pencegah, pemutus rantai dan pemulih. Contoh antioksidan enzim adalah superoksida dismutase (SOD), katalase, glutathion peroksidase (GPx) dan glutathion reduktase (GRd). Glutathion tereduksi (GSH),vitamin C dan tokoferol (vitamin E) merupakan contoh antioksidan non enzim. Antioksidan lipofilik terletak intra-membran baik membran sel maupun organel. Antioksidan enzim umumnya merupakan antioksidan intra seluler sedangkan antioksidan ekstra seluler terdiri dati protein plasma yang dapat berfungsi sebagai antioksidan seperti transferin yang mengikat ion besi dan seruloplasmin yang mengikat ion tembaga. Antioksidan hidrofilik yang bukan protein seperti GSH dan vitamin C dapat berada intra maupun ekstraseluler. Antioksidan pencegah berfungsi untuk mencegah pembentukan senyawa radikal atau reaksi antara senyawa radikal atau oksidan lain dengan molekul tubuh. Antioksidan pemutus rantai berfungsi menghentikan reaksi yang sedang berlangsung sedangkan antioksidan pemulih berperan memulihkan molekul tubuh yang mengalami stres oksidatU. Contoh antioksidan pencegah adalah transferio, seruloplasmin, SOD, katalase, GSH dan vitamin C, sedangkan tokoferol dan quinon merupakan contoh antioksidan pemutus rantai. Antioksidan pemulih mempunyai jenis yang lebih banyak seperti vitamin C, GSH, tioreduksin, NADH, NADPH, fosfolipase, nuklease, ligase dan polimerase (Halliwell & Gutteridge,1999). Latihan olahraga sesaat dapat mempengaruhi status dan fungsi berbagai molekul antioksidan tubuh. Pengaruh latihan oIahraga terhadap sistem antioksidan bervariasi. Faktor yang mempengaruhi adalah antara lain modus dan lama latihan, jenis antioksidan serta kompartemen tubuh. Pengaruh latihan olahraga sesaat terhadap Vitamin C Vitamin C adalah antioksidan yang bersifat hidrofilik dan terdapat intra maupun ekstra seluler. Vitamin ini dapat menetralisasi antara lain senyawa radikal superoksida dan hidroksil serta dapat memulihkan tokoferol radikal (Halliwell & Gutteridge, 1999; Ji, 1999). Penelitian tentang pengaruh latihan olahraga terhadap kadar vitamin C menghasilkan temuan yang beragam. Dilaporkan bahwa segera setelah Iari 21 km kadar vitamin C dalam plasma dilaporkan meningkat dari 52,7 mrnol/ L menjadi 67,0 mrnoIjL, tetapi sesudah 24 jam menurun 20%7/31

http://www.univpancasila.ac.id

ANTIOKSIDAN DAN LATIHAN OLAHRAGA

073

dibawah nilai pra latihan dan tetap rendah selama 48 jam. Dilaporkan pula bahwa Iari pada lintasan menuron (latihan eksentrik) menyebabkan penurunan kadar vitamin C plasma selama dan segera sesudah latihan tetapi pulih asal 20 menit kemudian (Oarkson & Thompson, 2000). Meningkatnya kadar vitamin C plasma pada Iatihan olahraga diduga berasal dari meningkatnya pelepasan oleh kelenjar adrenal, karena peningkatan kadar vitamin C berkorelasi positif dengan peningkatan kadar kortisoL sedangkan penurunan kadar vitamin C pada lari menuron diduga disebabkan oleh penggunaan vitamin ini untuk menetralisasi senyawa radikal yang timbul akibat proses keradangan yang timbul akibat gerakan eksentrik otol Pengaruh latihan olahraga sesaat. terhadap tokaferol Tokoferol merupakan antioksidan yang bersifat lipofilik dan berfungsi sebagai antioksidan pemutus ranlai. Tokoferol dapat menetralisasi senyawa radikal yang terjadi akihat peroksidasi lemak seperti peroksil (R-COO*-R) sehingga dapat menghentikan propagasi peroksidi lemak (Halliwell & Gutteridge, 1999; Ii, 1999). Laporan penelitian tentang pengaruh latihan olahraga sesaat terhadap kadar tokoferol plasma menyampaikan hasil beragam, sebagian melaporkan adanya peningkatan sedangkan sebagian lain tidal< menemukan perubahan (Clarkson, 1995; Oarkson & Thompson, 2000). Surnber peningkatan vitamin E pada waktu Iatihan olahraga belurn dapat diketahui dengan jelas akan telapi diduga disebabkan oleh meningkatnya lipolisis. Pengaruh latihan olahraga sesaat terhadap Glutathion tereduksi (GSH) dan glutathion teroksidasi (glutahion disulfida jGSSG) Glutathion tereduksi (GSH) merupakan molekul antioksidan yang mobil. Sebagian besar dibuat di liver dan dapat dangkut ke berbagai jaringan tubuh lain. Antioksidan ini dapat menetralisasi oksigen singlet dan radikal hidroksil, serta dapat mereduksi kembali radikal tokoferol dan semidehidroaskorbat (Halliwell & Gutteridge, 1999j Ii, 1999). Bila mengalami oksidasi, glutathion akan berubah menjadi GSSG dan dapat diubah kembali menjadi GSH dengan bantuan enzim glutathion reduktase (GRd). Laporan penelitian umumnya menyebutkan bahwa pada latihan olahraga terjadi kenaikan kadar GSSG,sedang terhadap GSH pengaruhnya bervariasi yaitu pada otot dan plasma tidak berubah tetapi pada eritrosit dapat menurun Oi, 1999; Clarkson & Thompson, 2000). Dilaporkan bahwa pada manusia,

latihan olahraga sampai lelah dapat meningkatkan kadar GSSGplasma sampai 160%,pada tikus sampai 300% sedangkan kadar GSH tidak berubah secara bermakna (Sastre, et al.,1992). Pengaruh latihan olahraga sesaat terhadap Antioksidan Enzim Antioksidan enzim terdiri dari berbagai jenis seperti superoksida dismutase (SOD), katalase (Kat) dan glutathion peroksidase (GPx). SOD berfungsi mengkatalisasi reaksi dismutasi radikal superoksida menjadi hidrogen peroksida yang kemudian oleh katalase diubah menjadi air dan oksigen. GPx mengkatalisasi reaksi GSH dengan substral Pengaruh Iatihan olahraga terhadap sistem antioksidan enzim bervariasi antar sel. Pada eritrosit, Iatihan olahraga sesaat dilaporkan menurunkan aktivitas SOD, GPx maupun Kat (patellongi, 1998; Oarkson & Thompson, 2000;Harjanto, 2003-b).Patellongi menemukan penurunan aktivitas SOD sebesar 30% dan katalase 18% sedangkan Harjanto menemukan penuronan aktivitas SOD sebesar 25%. Penurunan aktivitas SOD dan GPx dilaporkan berlangsung lebih dari 48 jam, sedangkan aktivitas katalase telah pulih sesudah 24 jam (Clarkson & Thompson, 2000; Vesovic et al., 2002).Terhadap sellain seperti otot rangka dan jantung Iatihan olahraga sesaat umumnya meningkatkan aktivitas antioksidan enzim Oi, 1999). Dilaporkan bahwa aktivitas SOD, GPx dan Kat pada otot rangka dan otot jantung meningkat sesudah Iatihan olahraga sesaat telapi dengan beberapa variasi atau perbedaan. Aktivitas CuZnSOD dilaporkan meningkat lebih tinggi dari MnSOD akan telapi peningkatan aktivitas MnSOD berlangsung lebih lama. Peningkatan aktivitas GPx pada otot rangka juga bervariasi. Latihan olahraga sesaat meningkatkan aktivitas GPx pada otot vastus Iateralis akan tetapi pada otot soleus tidak terjadi peningkatan Dilaporkan pula bahwa dibandingkan dengan SOD dan GPx , peningkatan aktivitas kata1ase terjadi pada intensitas Iatihan yang lebih tinggi. PENGARUH PELATIHAN OLAHRAGA (TRAINING) Latihan olahraga jangka panjang (pelatihan, training) diketahui dapat meningkatkan kapasitas dan aktivitas antioksidan tubuh. Berbagai aspek latihan seperti modus, frekwensi, durasi dan nama diketahui dapat mempengaruhi kapasitas sistem antioksidan. Pengaruh pelatihan olahraga terhadap sistem antioksidan tubuh dapat bervariasi antar jenis7/31

http://www.univpancasila.ac.id

074

HARJANTO

antioksidan, antar organ dan dapat dipengaruhi oleh umur dan suhu lingkungan. Modus Iatihan yang diketahui dapat meningkatkan kapasitas antioksidan tubuh adalah Iari (powers et ai., 1994;Wilson & Johnson, 2000),renang (Devi et al., 2003), dan bermain sepakbola (Brites et al.,1999). Modus latihan lain yang juga berpengaruh adalah latihan aerobik, interval dan sprint (Sen, 1995). Penelitian Powers et al. (1994) menemukan bahwa peningkatan aktivitas enzim SOD dan GPx pada oOOt erkoreIasi dengan durasi Iatihan sedangb kan inlensitas tidak memberik~ pengaruh. PeIatihan olahraga dapat mempengaruhi aktivitas antioksidan di berbagai organ seperti otot, jantung, liver, otak, plasma dan eritrosit Pengaruh pelatihan olahraga terhadap aktivitas antioksidan dapat berbeda pada satu organ atau antar organ Pada otot, pelatihan olahraga dapat meningkatkan aktivitas enzim SOD dan GPx akan tetapi tidak meningkatkan aktivitas katalase (Leeuwenburgh et al., 1994). Jenis otot juga dapat mempengaruhi efek pelatihan. Enzim SOD lerutama meningkat pada otot tipe I sedang GPX lerutama meningkat pada otot tipe II (powers et a/., 1994). Pada otot jantung pelatihan olahraga dapat meningkatkan aktivitas antiok-sidan enzim seperti SOD, katalase dan GPx (Somani et ai., 1995-a;Devi et a/., 2003). Pada liver, pelatihan olahraga dapat menurunkan aktivitas SOD dan katalase akan tetapi meningkatkan GPx (Wilson & Johnson, 2000). Pada otak, pelatihan dapat meningkatkan aktivitas SOD dan rasio GSH/ GSSGakan tetapi tidak banyak mempengaruhi aktivitas katalase (Somani et al., 1995-b; Ozkaya et ai., 2003). Pada otot, jantung dan liver, pelatihan olahraga dapat menurunkan kandungan vitamin E (Ji,1999;Devi et a./, 2003). Pengaruh pelatihan olahraga terhadap antioksidan plasma lemyata bervariasi. Bergholm et al. (1999)menemukan bahwa latihan lari selama 3 bulan menurunkan sebagian besar antioksidan plasma non enzim kecuaIi vitamin C yang menunjukkan kenaikan, sedang aktivitas antioksidan total tidak mengaIami perubahan. Brites et ai. (1999) menemukan hasil yang agak berbeda. Pada penelitian lerhadap pemain sepakbola profesional didapatkan bahwa kapasitas antioksidan plasma baik enzim maupun non enzim lebih tinggi dibandingkan dengan orang kebanyakan. Terhadap eritrosit, pelatihan olahraga dilaporkan meningkatkan aktivitas antioksidan enzim yaitu SOD, GPx dan katalase maupun antioksidan non enzim seperti GSH dan vitamin E. Peningkatan aktivitas antioksidan pada eritrosit berkorelasi positif dengan dosis latihan yaitu jarak tempuh latihan mingguan (Oarkson, 1995).

Tingkat kebugaran diketahui juga berkoreIasi positif dengan status antioksidan otot dan eritrosit Dilaporkan pula bahwa orang tua yang aktif Iatihan fisik mempunyai tingkat stres oksidatif yang Iebih rendah dibandingkan dengan mereka yang tidak aktif (Oarkson, 1995). Umur juga diketahui dapat mempengaruhi efek pelatihan olahraga lerhadap aktivitas antioksi-. dan. Leeuwenburgh et al. (1994) meIaporkan bahwa pelatihan olahraga meningkatkan aktivitas GPx dan SOD pad.a otot vastus lateralis tikus muda, sedangkan pada tikus tua aktivitas katalase menurun. Pada penelitian lain Devi et al. (2003) melaporkan bahwa pelatihan renang meningkatkan aktivitas SOD dan katalase pada ti.kus muda, akan tetapi menurunkan aktivitas katalase pada tikus tua. Suhu lingkungan juga dilaporkan dapat memodulasi pengaruh pelatihan olahraga terhadap status antioksidan. Harris & Starnes (2001) melaporkan bahwa latihan pada suhu lingkungan 230

Recommended